Wednesday, 12 June 2013 - , 0 comments

CERMIN DUA MUARA part XVIII – Undangan Pertarungan

“Kau…?” ucap Knight sembari menatap dengan seksama sesosok manusia yang berada di antara banyak kerumunan orang-orang yang berlalu lalang di jalan arteri Kelesa.
“Oh.. kalian yang waktu itu yah… Yang entah apa yang dilakukan Robert saat itu pada kalian.” Ucap Steve dengan santainya.
“Sialan. Ku bunuh kau.” Ucap Knight ketika hendak mengeluarkan pedang yang disembunyikan di dalam tas raket bulu tangkis. Epsa segera mencegahnya dan berkata, “Hentikan! Kita tidak bisa melawannya di keramaian seperti ini.”
“Cih! Apa peduliku.” Ucap Knight geram.
“Benar kata Epsa, Knight. Hentikanlah!” Stealth ikut berusaha mencegah.
“Sial! Jangan memberi perintah padaku.”
Steve tertawa perlahan, kemudian berkata, “Haha…. Memang apa yang bisa dan akan kalian lakukan hah? Bukan manusia kata Robert? Tetapi ternyata kalian masih peduli juga dengan keramaian seperti ini? Atau kalian tidak ingin identitas kalian diketahui.”
“Sial!” hardik Knight.
Steve tertawa kembali dan berkata, “Baiklah, pertama, perkenalkan namaku Steve. Aku hanya sedang berjalan-jalan di sini, mencari sesuatu yang bisa dimakan, atau apapun itu. Kebetulan Robert dan yang  lainnya sedang beristirahat di sekitar sini. Tetapi maaf saja, kali ini aku tidak ada minat untuk bertarung dengan kalian dan tidak bisa mengatakan di mana mereka sekarang. Sampai jumpa lain kali.”
Knight segera maju menyerbu, walau segera ditahan oleh Stealth. Steve tertawa kembali dan berbalik hendak meninggalkan mereka, tetapi Stealth segera mencegah dengan bertanya, “Tunggu! Sebenarnya apa yang direncanakan oleh Robert sekarang ini? Apakah dia sudah mengetahui di mana tempat tujuannya itu? Atau katakan apa saja yang kau ketahui sekarang ini, dan kami akan membebaskanmu.”
Steve melirik kembali ke mereka, kemudian berkata, “Membebaskan katamu.”
“Ya. Kami akan membebaskanmu dan melupakan akan sangkut-pautmu dengan Robert, karena buronan kami hanya Robert. Jika kau mau bekerjasama dengan kami untuk menangkap Robert, dapat dipastikan kami takkan melukai ataupun mengejarmu. Bagaimana?”
Steve kembali tertawa perlahan dan berkata, “Kau kira aku takut? Kalian gila? Lagipula aku ini senang mencari tantangan. Sebenarnya kalianlah yang kali ini beruntung. Aku membawa pistol di sakuku. Aku bisa saja membunuh kalian di sini, atau ku tembak semua orang yang ada di sini. Tetapi aku takkan melakukannya sekarang, karena aku sedang beristirahat, aku masih punya waktu sampai saat di mana aku bisa membunuh kalian.”
“Sial!” ucap Knight semakin geram yang berusaha membebaskan diri dari cengkeraman tangan Stealth yang menghentikannya.
“Kau melakukan pilihan yang salah.” Ucap Stealth pada Steve.
“Baiklah, sampai jumpa.” Ucap Steve.
Epsa berbisik pada Knight dan Stealth, “Kita tidak bisa melawannya di sini. Ini akan berbahaya. Sebaiknya kita ikuti saja dia.”
“Cih… apa peduliku. Kelamaan.” Jawab Knight.
“Benar katanya, Knight! Bersikap tegaslah kau sebagai pemimpin.” Sahut Stealth.
Steve yang hendak berlalu pergi, kemudian berbalik lagi. “Oh.. ya.. aku lupa.” Ucap Steve sembari melemparkan sesuatu berbentuk persegi seperti Handphone, hanya saja lebih kecil dan lebih tipis.
“Apa itu?” Tanya Epsa heran.
Steve tidak segera menjawab. Ia mengeluarkan sesuatu dari balik sakunya, sesuatu yang berbentuk lonjong kecil dan sangat simpel.
“I.. itu…” ucap Epsa terkejut. “Peledak!?!”
“Hey… hey… hey… Jangan mengatakan hal seperti itu di keramaian seperti ini.” Steve ikut terkejut mendengar ucapan Epsa. “Kau kira ini alat pemicu apa?” ucapnya sambil menunjukkan barang yang ia bawa. Kemudian ia melanjutkan, “Ini adalah alat pemancar gelombang. Jika aku mengaktifkannya, maka alat ini akan mengeluarkan gelombang sinyal yang akan diterima oleh alat yang ku lemparkan itu. Dan benda itu akan menerima gelombangnya, sehingga dapat melacak keberadaanku dari benda itu.”
“Maksudmu? Kau…” ucap Epsa heran.
“Ya, ambil saja benda itu.” Ucap Steve menunjuk benda yang ia lemparkan tadi. “Ketika aku sudah dekat dengan tujuan kami, aku akan mengaktifkan alat ini, sehingga kalian bisa melacak posisi kami.”
“Apa? Kenapa kau melakukannya? Kau pasti berbohong, kau mau menjebak kami.”
Belum sempat Epsa meneruskan ucapannya, Steve memotong, “Sudah ku bilang bukan? Aku suka mencari tantangan. Dan kata Robert, kalian bukan manusia. Maka dari itu, aku ingin mencari tahu makhluk seperti apakah kalian itu. Apakah kalian benar-benar kuat, sehingga harus merepotkan Robert? Yah… bagaimanapun, aku akan menemukan jawabannya saat pertemuan kita nanti, saat pertarungan yang akan terjadi nanti. Saat aku bisa bersenang-senang dalam membunuh kalian.” Ucap Steve, kemudian ia berbalik dan berkata kembali, “Oh, satu hal lagi, sebaiknya kalian jangan mengikuti aku sekarang ini, aku lagi bad mood. Tunggu saja sampai pertarungan besar kita nanti. Ku tunggu kalian. Tetapi ingatlah! Aku mengatakan, jika kami sudah dekat dengan tujuan, artinya kalian juga masih harus sedikit mencari. Dan ku pikir itu akan menjadi permainan menyenangkan bagi kalian. Baiklah. Permainan baru akan dimulai! Sampai jumpa!”
“Apa-apaan dia ini.” Ucap Epsa heran, kemudian segera mengambil benda yang tergeletak di atas tanah itu, sebelum ada seseorang yang menyadari dan curiga. Sementara Steve sudah mulai hilang dari pandangan mereka. Kemudian, Knight dan Stealth berusaha mengejar, tetapi dicegah Epsa dan berkata, “Biarkan saja dia, ku kira dia tadi ini serius. Mungkin sekarang kita hanya bisa berharap pada benda ini dan ucapannya orang itu benar.”
“Memangnya benda apa itu?” Tanya Stealth.
“Seperti yang ia katakan, alat pelacak keberadaan. Seperti benda seorang mata-mata gitu.” Jawab Epsa yang sebenarnya bingung.
“Untuk apa benda seperti itu?” Knight ikut bertanya.
“Kita akan bisa mengetahei posisi seseorang dengan benda seperti ini.”
“Memangnya ada benda seperti itu?”
“Tentu saja. Kalian ini makhluk zaman apa sih?” jawab Epsa sedikit menyindir.
“Bagaimana kita tahu? Bagaimana cara kerjanya?”
“Baiklah, serahkan saja padaku. Aku akan menyelidikinya lebih dahulu. Apa benar benda ini seperti yang ia katakan, ataukah ia hanya menjebak.”
“Sial. Seharusnya ini bisa menjadi kesempatan bagus, agar kita tidak hanya mondar-mandir gak jelas selama tiga hari ini.” Ucap Knight tidak terima.
“Bersabarlah, Knight.” Ucap Stealth menenangkan. “Setidaknya sekarang ini, kita tidak perlu bersusah-payah lagi mencari petunjuk.”
*****

Tak jauh dari keramaian jalan arteri Kelesa, di sebelah halaman rindang yang dipenuhi oleh pepohonan, sebuah mobil Ford GT putih dan sebuah Mercedez S-Class terparkir tersembunyi di antara pohon-pohon itu. Seseorang paruh baya bertubuh tegap yang tampak seperti baru saja selesai menikmati makan siangnya, mendekati dua buah mobil itu. Harled yang duduk menyandar di salah satu pohon sambil meneguk sebotol bir hanya memandang hampa ke arah seseorang yang datang itu.
“Apakah semuanya sudah kembali?” Tanya Robert yang datang itu.
“Entahlah… tetapi ku kira aku belum melihat Steve. Lihat saja ke dalam mobil.” Kata Harled, dengan pandangan mata yang telah tampak berada diantara ambang kesadaran.
Robert tak memedulikan pria mabuk itu, ia segera mendekati mobil Ford, kemudian memandangi Firlett yang berada di dalamnya sedang asyik mendengarkan musik di radio mobil yang menyala. Firlett tak menghiraukan keberadaan Robert itu, hingga Robert berkata, “Semuanya sudah berkumpul?”
“Yah… mana ku tahu.” Jawab Firlett santai, tak peduli.
Robert segera berbalik jengkel. Kemudian seseorang yang lain datang mendekati kedua mobil itu. Robert pun berkata dengan nada jengkel, “Ke mana saja kau? Lama sekali.”
Steve tertawa dan berkata, “Santai saja dong. Paling-paling kamu juga baru datang.”
“Baiklah, kita tak bisa berlama-lama. Kita berangkat sekarang juga.”
Steve mengalihkan pandangannya ke pohon sebelah sembari berkata dengan menunjukkan nada tak peduli, “Lagipula aku bertemu dengan anak-anak itu.”
“Apa?!?” ucap Robert terkejut.
“Ya, aku bertemu dengan anak-anak yang kita temui di sebuah rumah usang yang telah kalian hancurkan waktu itu.”
“Apa!!! Tak mungkin, kau pasti salah lihat.” Ucap Robert seakan tak percaya.
“Mana mungkin. Bahkan salah seorang dari mereka terlihat marah dan sebal padaku.”
Tiba-tiba, raut muka Robert terlihat khawatir, kemudian ia berkata pelan ke dirinya sendiri, “Sial. Bagaimana bisa? Ini tidak mungkin. Aku jelas-jelas melihat mereka terkepung oleh sihir itu. Apa itu artinya…” Robert tak melanjutkan ucapannya, kemudian ia segera menyuruh mereka semuanya berangkat secepatnya.
Dalam beberapa menit saja, dua buah mobil mewah itu menghilang dari balik pepohonan, menuju ke satu arah pasti.


0 comments:

Post a Comment

Pembaca yang baik akan selalu meninggalkan jejak... ^_^