Monday, 3 June 2013 - , 2 comments

CERMIN DUA MUARA part XVII – Sebuah Perasaan

“Siapa dia sebenarnya? Sepertinya aku pernah bertemu dengannya, tetapi kenapa aku tak ingat?” ucap Ferdi pada dirinya sendiri, setelah semalaman pikirannya berkecamuk. Ia masih memikirkannya orang yang ditemuinya kemarin, bahkan hingga sekarang, ketika ia tengah menempuh hari ketiga ujiannya. Dalam pikirannya hanya terbesit sebuah pertanyaan utama yang tak terjawab, yakni kenapa orang yang ia temui itu bisa mengenal kakaknya, bukan sebagai teman, tetapi sebagai lawan. Dan lagi, bagaimana jika ia bertemu dengan pria itu lagi? Pria itu berpesan agar ia memberitahu kakaknya untuk datang ke sebuah lapangan desa kemarin sore, tetapi bagaimana ia dapat melakukannya? Hanya hal-hal itulah yang sampai sekarang terpikirkan olehnya.
Seusai jam ujian berakhir, Ferdi segera melangkah cepat meninggalkan sekolah. Bahkan saat temannya ada yang mengajaknya untuk belajar atau yang lainnya, Ferdi segera menolaknya dan tak membuang-buang waktunya.
Ferdi melewati jalan raya dengan cepat. Hingga ia mencapai lorong-lorong yang sempit, ia segera berlari seperti ingin sesegera mungkin sampai ke tempat tujuannya.

Bel rumah Epsa berbunyi, untuk beberapa lama, pintu rumah Epsa tak juga kunjung terbuka. Ferdi beberapa kali membunyikan bel, tetapi tak segera juga terbuka. Ferdi berpikir sejenak, ‘apa yang terjadi?’ Tidak seperti biasa, Ferdi harus menunggu di depan pintu dalam waktu lebih dari lima menit. Padahal biasanya pintu akan segera terbuka tanpa perlu lima menit menunggu. Tetapi kali ini?
Baru saja Ferdi termenung dan berpikir sebaiknya dia kembali, namun tiba-tiba pintu rumah Epsa terbuka. Ferdi merasa senang melihatnya, ia berharap Epsa keluar dari pintu rumah itu dan menceritakan padanya perihal kakaknya yang belum ia ketahui, tentang siapa yang membenci dan memusuhi kakaknya serta berbagai perihal yang memiliki sangkut-paut. Atau Knight dan Stealth dapat menjelaskan segala sesuatunya dengan lebih jelas, mengenai kemungkinan adanya musuh lain dari dunia mereka yang memiliki dendam pada kakaknya.
Tetapi, semuanya tidak seperti yang Ferdi harapkan, ia menatap sosok yang baru saja keluar dari pintu. Sosok itu adalah sosok yang Ferdi kenal betul, tetapi bukanlah sosok Epsa yang seperti ia harapkan, juga bukan sosok Knight ataupun Stealth. Sosok yang baru saja keluar itu berkata, “Oh, nak Ferdi. Ada apa siang-siang begini datang ke sini?”
Ferdi lekas menjawab, “Kak Epsa-nya ada?” Pikir Ferdi hal ini bukanlah masalah, karena yang keluar merupakan seorang pembantu di rumah Epsa. Tinggal menyuruh pembantu itu memanggil Epsa, dan semua akan seperti yang ia inginkan, pikir Ferdi.
“Oh, maaf nak. Den Epsa lagi keluar. Tadi bibi melihat beliau keluar menggunakan mobil bersama dua orang temannya.” Ucap pembantu itu.
Ferdi berpikir sejenak, ‘Dengan dua orang teman? Berarti dengan Knight dan Stealth. Ke manakah mereka pergi? Apa mereka sudah menemukan suatu petunjuk?
Pembantu itu yang melihat Ferdi hanya terdiam segera mempersilakan masuk, “Oh, nak Ferdi mau main ke dalam? Silahkan masuk nak.”
Ferdi segera tersadar, kemudian berkata, “Tidak, terima kasih, bi. Saya pulang dulu saja. Lain kali saja mampir lagi.”
“Oh, begitu, nak. Tidak apa-apa ini? Maaf Sebelumnya.”
“Tidak masalah, bi. Saya pulang dulu.”

Ferdi segera melangkah pergi meninggalkan rumah Epsa dan kembali menuju rumah tempat kediamannya.
Sesampainya di rumah, Ferdi segera menaiki tangga menuju kamarnya dan berbaring sejenak. Kemudian ia berpikir kembali, kemanakah mereka pergi? Sejenak ia berbaring termenung, hingga rasa kantuk menguasainya.

Sore harinya, Ferdi terbangun dari keterlelapannya. Ia  kembali tersadar, dan mulai menggerakkan kepalanya saat masih terbaring. Angannya masih melayang, ia berusaha menyadarkan diri, dan menatap sebuah benda di atas meja di sebelah tempat ia tertidur. Sebuah benda berbentuk Kristal bola yang berpendar biru, yang disebut dengan legendary orb. Dan dia dapat menatap dengan jelas sebuah benda selain orb itu, sebuah telepon genggam tergeletak di sana. Benar juga. ia segera tersadar dan terduduk. Benar, bukankah ia bisa menghubungi kak Epsa dengan ponsel itu. Kemudian bertanya segala sesuatu yang tertanam dan mengganjal di pikirannya itu.
Beberapa kali Ferdi mencoba untuk menghubungi Epsa, tetapi tidak ada satupun panggilan yang diterima. ‘Apakah mereka sedang benar-benar sibuk sekarang ini? Apakah mereka sudah membuat rencana penangkapan atau malah sudah menangkap Robert? Tanpa aku?’ Pikir Ferdi.
*****

Keesokan harinya, seusai Ferdi menghadapi ujian seperti biasanya, semuanya masih terasa seperti kehidupan biasa baginya. Namun, masih ada pikiran yang berkecamuk di otaknya, tentang rahasia kakaknya sebenarnya. Memang, setelah pertemuannya dengan Knight dan Stealth telah memberikan penerangan mengenai perihal misteri kematian kakaknya. Tetapi, ada hal lain yang di pikirannya, Billy, pria yang ia temui. Siapa dia sebenarnya? Apakah dia juga manusia? Lantas kenapa dia sangat ingin melawan kakaknya seperti seorang musuh? Apa yang sebenarnya terjadi?
Pertanyaan demi pertanyaan yang tak terjawab terus terbayang dalam benak Ferdi. Ia hanya merasa bingung tak mengerti. Ferdi berusaha melangkah meninggalkan sekolahnya, walau dengan raut muka bingung. Tetapi, baru saja beberapa langkah dari sekolah, tiba-tiba sebuah suara memanggilnya. Ferdi terkejut dan menoleh ke suara yang memanggilnya, yang ternyata adalah Putri, teman sekelasnya. “Oh, ku kira siapa, ada apa?” balas Ferdi segera.
“Dicariin teman-teman tuh. Biasanya kan belajar sekilas untuk ujian besok, kok tiba-tiba menghilang begitu saja?”
“Haha…. Maaf, lagi bad mood.”
“Hiyye, apa enggak ada alasan lain napa?”
“Hehe, lagi banyak pikiran nih, ingin langsung pulang deh.”
“Oh, ya deh, pulang yuk.”
“Eh, mau langsung pulang juga?”
“Yah… biarlah, belajar sendiri di rumah juga bisa. Kau juga sudah siapkan untuk dua hari terakhir ini?”
“Yah… selalu siap. Tapi jangan dibilang terakhir juga, masih ada semester terakhir bukan sebelum kita akan benar-benar lulus di masa SMP ini?”
“Uh, benar juga, bakalan jadi hari-hari yang sulit untuk anak-anak kelas tiga nih.”
Hari-hari yang sulit?’ Ferdi membatin, ‘Ya, akhir-akhir ini menjadi hari-hari yang sungguh sulit bagiku, banyak hal yang harus ku pikirkan dan ku lakukan. Huh…
Kemudian Putri melanjutkan pembicaraan dengan pertanyaan, “Sudah ada rencana untuk masuk SMA mana?”
“Ah, entahlah. Sama sekali belum terpikirkan. Lagipula, masih ada setengah tahun lagi, aku sama sekali belum berpikir sampai ke sana.”
Ferdi yang sebelumnya berniat untuk meninggalkan sekolah dengan sesegera mungkin, akhirnya pun harus berjalan pulang dengan santai ditemani Putri. Perjalanan pulang itu diiringi dengan pembicaraan panjang-lebar membahas apapun yang bisa dibahas. Tetapi, dalam benak Ferdi, pikirannya masih mengambang entah ke mana. Masih ada sesuatu yang mengganjal pikirannya. Kemanakah mereka pergi?
Di tengah perjalanan mereka, tiba-tiba perkataan Putri mengejutkan Ferdi, “Eh, Fer! Kok kamu kayaknya dari kemarin kelihatan aneh begitu? Seperti bingung, atau kau lagi tidak enak badan?”
“Eh, eh, bukan apa-apa kok.” Ferdi yang mendengar hal itu segera menjawab terkejut. “Ya, cuma masalah kecil kok. Mungkin juga sedikit kurang enak badan.”
“Benaran nih enggak ada apa-apa?”
“Ehm… Iya!” jawab Ferdi berbohong.
“Kok kayak enggak meyakinkan begitu jawabannya.”
“Benaran kok. Mungkin perasaanmu saja sih.”
“Oh, apakah ada masalah dengan masa sekolah selama ini? Atau kau bermasalah dengan ujian ini? Ataukah… ehm…”
“Eh, bukan, bukan masalah seperti itu kok.” Kemudian Ferdi menjawab dalam batin, ‘Jelas bukan masalah semacam itu.
Ferdi mengamati sekeliling, ia berpikir sejenak, harus ke manakah ia sekarang? Apakah harus kembali mencoba untuk menemui Epsa untuk mencari kejelasan semua ini. Dan sepertinya Ferdi juga mampu merasakan ada sesuatu yang terjadi pada Epsa dan yang lainnya, ada sesuatu yang tak beres sedang atau akan terjadi. Ataukah… Tiba-tiba Ferdi berpikir, ‘ah, benar juga, bukankah dia sudah berjanji untuk tidak mempersoalkan masalah aneh ini selama seminggu ini, untuk berfokus terlebih dahulu dalam ujiannya?
“Eh, Fer!”
Tiba-tiba sebuah panggilan dari Putri kembali mengejutkannya. “Ah, iya.”
“Tuh, kan. Akhir-akhir ini kamu memang aneh. Sering melamun begitu.”
“Ah, enggak kok. Sudah ah, jalanmu masih lurus, kan? Aku mau berbelok ke suatu tempat dulu nih. Sudah ya!”
“Tuh, aneh.”
Ferdi segera berlari meninggalkan Putri tanpa memedulikan anggapan cewek itu lebih jauh lagi, sedangkan Putri hanya terdiam di tempat menatapnya yang dengan anehnya pergi begitu saja. Ferdi berbalik sesaat untuk tersenyum ke arah Putri, berusaha kembali bersikap biasa, sikap biasa seperti anak-anak remaja pada umumnya. Dan perasaan aneh yang menyelubunginya, ia pendam sedemikian rupa, tidak ingin ada orang lain lagi yang menyadari akan ada sesuatu yang mengganjal dalam dirinya. Semuanya harus menjadi biasa, pikir Ferdi. Setidaknya untuk sementara waktu ini.


2 Blogger-Comments
Tweets
FB-Comments

2 comments:

  1. selamat malam
    terus menulis ya :)
    masih bersambung niy

    ReplyDelete
    Replies
    1. yah... makasih... ^_^
      tenang ja, nih cerita masih panjanggg... ^_^

      Delete

Pembaca yang baik akan selalu meninggalkan jejak... ^_^