Wednesday, 29 May 2013 - , 2 comments

CERMIN DUA MUARA part XVI – Luka Lima Tahun Silam

Hari ujian kedua di semester pertama bagi Ferdi, dan juga tidak ada hal berarti yang dialami olehnya. Ya, tidak ada pengalaman berarti bagi Ferdi. Terkadang sempat terbesit dalam benak Ferdi, betapa menyenangkan baginya bila dapat mengalami sesuatu kehidupan di luar manusia normal. Dan kehidupan yang ia dambakan itu, sepertinya akan menjadi sesuatu yang nyata baginya. Bertemu dengan orang-orang aneh, yang menamakan diri mereka liteirin, kemudian akan menghadapi para buronan, menangkap penjahat, dan menempuh berbagai pengalaman tak terlupakan baginya. Sebentar lagi, sesuatu yang dulu pernah Ferdi harapkan ketika kecil, yang ia kira selama ini hanya akan menjadi sebagai khayalan anak kecil belaka, dan kini akan menjadi kenyataan. Sebentar lagi, setelah ini, setelah menempuh ujian semester ini…
Perjalanan pulang Ferdi seusai ujian terasa biasa, tak ada yang istimewa, semuanya seperti kehidupan manusia pada umumnya. Ia terus melangkah, hingga melewati suatu persimpangan jalan, ia menoleh ke arah barat jalan. Untuk sesaat keheningan melanda jiwa Ferdi, ia terbayang akan sesuatu, suatu belokan yang ia tatap, belokan yang ia kenal dengan pasti, mengarah menuju rumah lamanya. Terakhir kali ia ke sana, saat ia bertemu dengan mereka, Knight dan Stealh. Kehidupan yang telah ia kenal selama ini, ternyata masih terdapat kehidupan lain yang tak pernah ia sangka. Sesuatu yang lain.
Tiba-tiba, sesuatu yang tak ia sangka juga terjadi lagi. Seseorang berteriak memanggil ke arahnya dari jarak jauh di belakangnya. Ferdi seakan pernah mendengar suara itu, walau asing baginya. Tanpa berpikir panjang lagi, Ferdi segera menoleh ke wajah seseorang yang meneriakinya. Ferdi menatap sosok orang itu dengan seksama, ia seperti pernah melihatnya, tetapi entah siapa itu.
“Wuoy…. Kakakmu mana?” ujar seseorang itu dengan suara membentak.
“Kakakku?” ucap Ferdi heran.
“Ya, kakakmu yang itu. Kau masih mengingatku, kan?” Ujar orang itu kasar.
Ferdi hanya menggeleng tak mengerti dengan apa yang orang itu ucapkan.
“Tentu saja.” Orang itu mendekati Ferdi sembari berusaha berbicara santai. “Saat itu kau masih kecil, mungkin masih SD, dan saat itu kau juga disuruh kabur oleh kakakmu.”
Ferdi berusaha mencerna ucapan orang itu secara baik-baik, dan berusaha mengingat-ingatnya, tetapi ia benar-benar lupa.
“Baiklah, aku akan mengingatkanmu.” Ujar orang itu. “Lima tahun yang lalu, saat aku masih bersekolah, menjadi seperti seorang preman. Aku dulu pernah menghadang kakakmu yang bersamamu saat kalian pulang sekolah. Karena kakakmu pernah berani-beraninya dengan gengku dulu. Tapi, saat ini lupakanlah. Aku bukanlah bocah preman seperti dulu lagi. Aku bukan bocah nakal lagi. Tetapi tetap saja, kekalahanku saat itu, takkan ku lupakan, tak termaafkan. Aku tak menerima kekalahan.”
Pikiran Ferdi mulai melayang ke dalam masa lima tahun silam. Ia mulai mengingat-ingat sesuatu yang berhubungan dengan apa yang diucapkan pria itu.
Sosok itu segera melanjutkan, “Ya, mungkin kau tak tahu itu, karena saat itu kakakmu sudah menyuruhmu untuk kabur. Bagaimanapun, sekarang aku ingin bertemu dengan kakakmu, aku akan membalaskan kekalahanku yang dulu. Kali ini dengan cara terhormat, bertanding dalam arena pertarungan secara terhormat, bukan pertarungan pengecut seperti dulu.” Pria itu menatap ke arah Ferdi yang tampak bingung, kemudian segera berkata, “Namaku Billy. Walaupun kau tak kenal. Terserah. Sekarang mana kakakmu.”
Ferdi berusaha berkata dengan bingung, “Ka.. kakakku?”
“Ya. Cepat di mana dia?” ujar Billy tak sabaran.
Ferdi berusaha berkata kembali dengan terbata, “Te.. tetapi ia..??”
Billy yang tak sabaran menanti jawaban Ferdi yang terbata-bata, segera memotongnya, “Baiklah, terserah. Terserah kalian tinggal di mana sekarang ini. Yang pasti aku hanya ingin menghilangkan bekas rasa luka kekalahan lima tahun silam. Katakan itu pada kakakmu. Aku akan menunggunya di lapangan desa ini. Pastikan dia datang menemuiku di sana, sore ini. Ingat! Hari ini. Sore ini juga. Awas saja jika ia tidak datang. Sekarang pulanglah dan sampaikan itu sesegera mungkin. Sampai jumpa.”
“Te.. tetapi…” Ferdi berusaha menjelaskan dengan bingung, tetapi Billy segera berbalik dan melangkah dengan cepat meninggalkannya. Ferdi hanya terdiam terpaku di tempat, ia bagai tak dapat berkata apa lagi. Dalam benaknya, ‘Sial! Sebenarnya siapa sih tuh orang? Billy? Apa aku pernah bertemu dengannya? Tetapi…’ Tiba-tiba Ferdi tersadar akan keramaian jalan yang mulai terasa orang-orang yang berlalu lalang.
Ferdi tak mengerti lagi, ia juga tak ingin buang-buang waktu termenung tak jelas di tempat ia berada. Ia segera melangkahkan kakinya pergi dari sana.


2 Blogger-Comments
Tweets
FB-Comments

2 comments:

Pembaca yang baik akan selalu meninggalkan jejak... ^_^