Sunday, 28 April 2013 - , 2 comments

CERMIN DUA MUARA part XI – Bekas Prajurit

Ferdi lekas mandi dan berganti pakaian setelah kejadian tak disangka datang menghampirinya. Ketika sepulang sekolah ia bermaksud mendatangi bekas rumahnya, karena merasakan ada sesuatu yang mengganjal hatinya. Namun, tak disangkanya, sebuah pertemuan yang mungkin merupakan takdir dialaminya. Perasaan aneh yang selama ini ia rasakan perihal kematian kakaknya, kini mulai nyata, bukan hanya dirinya, tetapi juga sahabat kakaknya.
“Apa yang harus ku lakukan? Apakah semua kejadian ini nyata? Jika memang ya, berarti semua hal aneh yang mengganjal perihal kematian kakakku mulai terbuka. Cerita-cerita aneh sebelum kematiannya, luka-luka yang tak jelas asalnya, dan semuanya, semua yang aneh yang menimpa kakakku. Sekarang, apa yang harus ku lakukan? Apakah ku harus menceritakannya pada kak Epsa?” Ferdi membatin dalam diri.
Dengan mengenakan setelan pakaian kemeja abu-abu bercorak hitam, Ferdi menaiki tangga menuju kamarnya, mendatangi Stealth yang sebelumnya telah berlari keluar mengejar Knight untuk membujuk Knight kembali.
“Kenakan pakaian-pakaian itu.” Perintah Ferdi sembari menunjuk pakaian-pakaian yang tergantung di lemari. “Gantilah pakaian aneh kalian. Akan terasa aneh jika mengajak kalian keluar dengan pakaian seperti itu.”
Tak sampai satu menit, ternyata Stealth dan Knight telah berganti pakaian. Kini, Stealth mengenakan sebuah kemeja biru bergaris dan celana biru gelap. Sementara, Knight mengenakan kaos kehitam-hitaman sebagian dan berwarna abu-abu di sebagian bawahnya, serta sebuah celana jeans panjang biru tua kusam.
“Uh, serasa aneh mengenakan pakaian seperti ini.” Ucap Stealth merasa aneh melihat setelan dirinya. Tetapi kemudian, ia segera bersikap tegas kembali, dan berkata, “Jadi, apa rencanamu sekarang?”
“Apa? Entahlah…” jawab Ferdi ragu. “Apa aku ikut terlibat?”
“Tentu saja, kau sang penerusnya. Apa kau sama sekali tak mengetahui perihal kejadian yang menimpa kakakmu itu?” Stealth berbalik bertanya.
“Ia tidak menceritakan pada kami secara pasti, ia hanya bercerita bahwa ia mengalami kejadian aneh sebelum kematiannya, tetapi kami tak tahu apapun.” Jawab Ferdi.
“Baiklah, bagaimanapun sekarang kau terlibat, bukan? Apa kau tak punya inisiatif?”
“Ya, aku sudah memikirkannya. Aku kira ada seseorang yang dapat membantu kita.”
“Cih… jikapun kau tidak ingin membantu, kami bisa melakukannya sendiri.” Ucap Knight yang sejak tadi memandangi keluar jendela, tanpa menatap mereka.
“Memangnya siapa yang sejak kemarin mengeluh karena tidak mendapat petunjuk dan informasi.” Ucap Stealth menyindir, kemudian kembali melanjutkan, “Baiklah, aku ikut rencanamu. Ke mana dulu kita akan pergi? Dan bagaimana denganmu, Knight?”
“Terserah!” jawab Knight tanpa memandang balik.
“Baiklah, kita  berangkat nanti sore, ikuti saja aku. Tetapi sebaiknya kita berjalan santai saja. Aku tak ingin mengundang perhatian.” Jawab Ferdi kemudian.
*****

Sore harinya, Ferdi, Knight, dan Stealth tiba di rumah Epsa yang berjarak tidak lebih dari satu kilometer. Seperti biasa, Ferdi bisa memasuki rumah Epsa dengan mudah layaknya pemilik rumah itu sendiri. Tanpa berbasa-basi Ferdi segera menceritakan semua hal yang perlu ia sampaikan pada Epsa yang sedang duduk beristirahat di sofa di ruang tamu. Epsa mendengarnya dengan sangat antusias. Menurutnya, kabar kali ini merupakan kabar penting yang tak bisa dilewatkan. Akhirnya, rahasia kematian sahabatnya itu terungkap. Setelah mendengarkan semua hal yang diceritakan oleh Ferdi, Epsa awalnya ragu dan tidak percaya dengan yang dikatakan oleh Ferdi. Itu semua seperti sebuah khayalan anak-anak baginya, tetapi kemudian ia teringat akan perkataan sahabatnya. Dalam ingatan Epsa, Jim pernah mengatakan padanya bahwa sahabatnya itu sebelum kematiannya mengalami sesuatu kejadian aneh yang bisa dibilang kekanak-kanakan, tetapi ia tidak pernah menceritakan pastinya. Kini, adik sahabatnya itu menceritakan sesuatu yang seperti kekanak-kanakan, dan ditambah dengan dua orang aneh yang menyertai. Setelah berpikir matang, Epsa pun percaya, dan dengan segera serta antusias, Epsa bersedia membantu mereka.
“Baiklah,” ucap Epsa segera, “jika kondisinya seperti yang kau katakan, maka hal pertama yang harus kita lakukan adalah menyelidiki identitas Robert terlebih dahulu. Dan seperti yang kau katakan, sepertinya memang ada kemungkinan bahwa Robert dulu adalah seorang tentara militer. Dari nama dan kondisinya, mungkin dia adalah bekas militer asing atau keturunan asing yang pernah melakukan pelatihan atau juga tentara asing yang sengaja datang ke sini, atau …” Epsa tidak melanjutkan, ia berpikir untuk beberapa saat.
“Atau? Atau apa?” Tanya Ferdi tak sabaran.
“Mungkin lebih baik kita mencarinya di internet, jika benar dia adalah militer asing atau apapun yang datang ke sini, kemungkinan akan mudah mencarinya di internet.”
“Internet? Siapa lagi atau di mana itu?” Tanya Stealth yang merasa bingung.
“Apanya?” jawab Ferdi heran. “Jangan bilang kalian tak mengenal internet.” Kemudian dengan suara perlahan, tak ingin didengar, ia kembali berkata seperti membisik, “tempat se-primitif apa sebenarnya yang mereka tinggali.”
“Tentu saja, kami bukan berasal dari sini, mana mengenal kami orang yang bernama Internet itu.” Jawab Stealth benar-benar tak mengerti
“Oh, no.” ucap Ferdi seakan ingin tertawa. “Dia bukan seseorang, dia adalah sebuah alat. Alat yang mempermudahkan kita untuk memperoleh informasi.”
“Owh… seperti tugas seorang informan. Bukankah itu hebat, Knight? Itu bisa menggantikan tugas informan.” Stealth berusaha mengajak Knight berbicara, karena sejak tadi ia belum mengatakan sepatah katapun. Jarang-jarang hal itu terjadi padanya.
Sesegera mungkin Epsa mengajak Ferdi yang diikuti oleh Stealth dan Knight untuk melangkah menuju kamarnya. Kamarnya yang berukuran besar ~lebih dari cukup untuk tempat tidur hanya seorang saja~ memuat peralatan yang terbilang cukup lengkap. Epsa segera duduk di tempat duduk di depan meja layar komputer LCD miliknya. Tanpa perlu disuruh, Ferdi segera duduk untuk beristirahat di kasur yang lebih dari luas untuk menampung satu orang.
“Sebaiknya kalian bersantai saja dahulu.” Ucap Ferdi mempersilakan Knight dan Stealth untuk duduk di kasur itu. Stealth segera menanggapinya dan duduk dengan tenangnya. Namun, Knight masih bersikap cuek dan tak juga angkat bicara. Melihat hal itu, Ferdi berusaha memulai pembiacaraan, namun ia merasa bingung dengan nama mereka dan berusaha memanggil, “Knight… eh, Stevalinn, eh.. eh ya, ya, kenapa nama kalian itu ada dua, bikin bingung saja. Apa satunya identitas rahasia begitu?”
“Bisa dibilang seperti itu.” Stealth segera menjawab. “Menurut legenda, ada salah satu sihir terlarang yang mampu mematikan seseorang hanya dengan mengetahui namanya saja. Walau itu hanya sebuah legenda, tetapi tak ada salahnya berjaga-jaga.”
“Owh… kenapa aku baru tahu.” Ucap Knight setelah cukup lama tak terdengar suaranya, ia terlihat mulai memerhatikan. Stealth hanya tersenyum melihatnya. Sementara mereka bertiga berdialog, Epsa masih mengutak-atik keyboard di depan layar monitornya.
“Tetapi ada hal yang sesungguhnya kenapa anggota Gunryou menggunakan nama identitas.” Ucap Stealth kemudian.
“Apa itu?” Ferdi merespon.
“Berdasarkan sejarah Gunryou.” Jawab Stealth santai. “Dahulu kala, lebih dari 80 tahun yang lalu, saat di dunia liteirin tidak sedamai sekarang, saat kekejaman masih merajalela, saat yang terkuatlah yang berkuasa, membuat orang-orang lemah hanya tertunduk takut.”
“Seperti hukum rimba.” Potong Ferdi sesaat.
“Saat itulah ada seseorang yang berusaha membantu orang-orang lemah tak berdaya untuk mendapatkan haknya. Orang itu menyebut dirinya sebagai Emperor.”
“Seperti seorang superhero yah…” potong Ferdi kembali.
“Tak bisakah kau diam saja dan mendengarkan ceritanya.” Ucap Knight kesal.
Stealth hanya tersenyum, kemudian melanjutkan, “Kemudian banyak dari liteirin yang mengakui Emperor dan menganggapnya sebagai pahlawan. Banyak dukungan yang menuju kepadanya. Kemudian beberapa orang tersadar dan mencoba mengikuti jejaknya. Singkat cerita, ada enam orang yang menawarkan diri mereka untuk bergabung dengannya menumpas kejahatan. Akhirnya, keenam orang ini pula menggunakan sebuah nama untuk identitas mereka. Dan pada akhirnya terbentuklah sebuah kelompok yang berisi tujuh orang dengan dipimpin oleh Emperor, yang menyebut diri mereka sebagai Gunryou. Tujuh orang, itulah yang menjadi dasar jumlah Dewan Tetua di Gunryou.
“Dan itu juga yang menjadi alasan sekarang dibentuk seven-warrior?” Knight menanggapi.
“Kurang lebih,” Stealth menjawab, kemudian melanjutkan, “dan Emperor itu adalah Stavio Elva Arin, yang tidak lain dan tidak bukan adalah nenek moyangmu, keturunan Arin, itulah kenapa kau diistimewakan. Seharusnya kau menyadari hal itu, Stevalinn. Nenek moyangmu itu, selain dia berbakat dan hebat, dia juga adalah orang bijak dan terhormat.
“Permisi,” potong Epsa tiba-tiba. “Bolehkah aku mengganggu pembicaraan kalian?”
“Ada apa, kak? Kau menemukan sesuatu?” Ferdi segera menanggapi.
“Aku menemukan sesuatu tentang Robert.”
“Kabar bagus.” Jawab Stealth segera.
“Robert Mc William,” Ujar Epsa membacakan sebuah artikel di internet, “seperti yang kita duga, dia adalah bekas militer asing yang ikut pelatihan camp militer di Bogor, Jawa Barat. Kursus pelatihan yang diselenggarakan Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian (PMPP) yang bekerjasama dengan Global Peace Operations Initiative (GPOI) ini, bertujuan untuk melatih para TNI dari tiga angkatan ditambah dengan militer Negara asing untuk membekali pengetahuan dalam misi pemeliharaan perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1995. Namun, Robert yang merupakan militer dari Negara Inggris ini membangkang dari kesatuan batalion pelatihan dan banyak merugikan serta mempermalukan PMPP dan GPOI di mata masyarakat dunia. Ia melakukan berbagai penyelundupan senjata api dari dan ke luar kawasan RI, serta melakukan berbagai tindak kejahatan militer lainnya. Dan di pertengahan tahun 1996, ia dikeluarkan dari kesatuan. Bersamanya, dikeluarkan pula Raymond Harled, Firlett Harlion, dan Jack Stinger. Mereka semua adalah militer asing yang juga tertangkap melakukan penyelewengan hak kemiliteran.”
“Mereka… dari nama yang kau sebutkan, mereka semua berjumlah empat, bukan?” Tanya Stealth segera.
“Benar juga,” sahut Ferdi, “orang-orang yang menyerang kita berjumlah lima orang.”
“Itu artinya ada seorang lagi yang bukan berasal dari sana.” Ujar Stealth. “Dan apa kau punya informasi mengenai keberadaan mereka?”
“Maaf, sayangnya, ketika mereka dikeluarkan, dan sebelum menjalani proses hukum, mereka berhasil melarikan diri dan kabur entah ke mana.” Jawab Epsa yang segera berpaling dari layar komputernya untuk menatap mereka bertiga.
“Itu artinya…” ujar Stealth mengira, “ada kemungkinan mereka kabur ke tempat salah seorang yang belum kita ketahui itu.”
“Coba saja kalian lihat foto mereka berempat.” Epsa kembali menatap ke layar komputer untuk menunjukkan foto dari keempat orang yang berhasil diidentifikasi.
Ferdi segera mendekati tempat Epsa untuk melihat foto itu, diikuti oleh Knight dan Stealth. Stealth mengamati wajah keempat orang itu dengan cermat, sembari berkata perlahan, “Robert, Raymond, Firlett, Jack.” Stealth mengamati foto wajah itu satu-satu dan berkata dengan suara cukup keras, “Itu mereka! Tidak salah lagi. Jadi….” Stealth berusaha mengingat-ingat, “orang itu yang belum kita ketahui namanya.”
“Jadi, bagaimana?” Tanya Knight segera.
“Seharusnya aku yang bertanya seperti itu padamu.” Jawab Stealth.
“Oh, sepertinya hari sudah larut,” Ucap Epsa memotong pembicaraan, “sebaiknya kau tinggal saja di sini malam ini, Ferdi. Lagipula besok hari minggu. Aku akan menelepon ibumu dan memberitahunya. Dan kalian berdua juga bisa tinggal di sini, ada banyak kamar di rumah ini.”
“Baiklah, maaf merepotkan.” Ucap Ferdi.
“Yah… hanya ini informasi yang kita punya saat ini, kita akan memikirkannya kembali nanti. Dan mungkin besok pagi kau bisa memulai latihan, Ferdi.”  Ujar Stealth.
“Hah… untuk apa? Kita bisa menangani ini sendiri, kita hanya butuh informasi dari mereka, selebihnya kita tangani sendiri.” Sahut Knight tidak senang.
“Kau lihatkan dia.” Ucap Stealth memberitahu kepada Knight dengan tatapan serius. “Dia… dia ini orang yang terpilih oleh Elgrad. Kakaknya telah membantu menyelesaikan misi kakakmu. Kalau saja kakaknya saat itu tidak mengorbankan dirinya… Mungkin kita tak akan tahu bagaimana dengan kondisi Gunryou sekarang. Dan sekarang, mungkin dia juga akan banyak membantu kita. Yah… itupun jika dia mau.”
Knight hanya terdiam. Suasana hening untuk sesaat lamanya.


2 Blogger-Comments
Tweets
FB-Comments

2 comments:

  1. Sayang banget loh JeQ, tulisanmu hanya mejeng di blog.. Udah coba ke penerbit? Karena baru baca edisi ini aku sukanya dengan nama-nama tokohnya, uniqe. Tapi kalau misalkan nama tokohnya seperti itu rasanya 'kurang pas' kalau tau-tau ada lokasi settingnya di Bogor...

    ReplyDelete
    Replies
    1. makasih atas saran dan masukannya...
      yah... belum nyoba sih ke penerbit...
      dan juga kalo namanya kurang pas, emank deh kayaknya, tetapi udah terlanjur...

      Delete

Pembaca yang baik akan selalu meninggalkan jejak... ^_^