Alunan rambut lembutnya menjuntai indah saat ia menyingkapkan rambutnya
yang mulai menutupi wajahnya. Pancaran indah wajah yang telah lama ku harapkan
pertemuannya membuaikan anganku dalam kecantikan yang akan selalu ku ingat.
Wanita yang telah lama merasuk dalam benakku dan terus-menerus menanyai ambang
pikirku, hingga membuatku ingin mencari keberadaannya, kini telah tepat
dihadapanku. Tetapi, rasa rindu yang telah menggumpal padat di dalam hati ini
hanya mampu ku lampiaskan dengan menatap paras cantiknya. Walau sudah sejak
lama aku penasaran dengan sosok cantik yang ku inginkan pertemuannya itu, tetapi aku tidak
bisa berkata apa. Sesungguhnya ingin aku berucap dan memanggilnya dengan
segenap cinta dalam hati. Tetapi, ku hanya mampu terdiam membisu menatapnya
yang dikelilingi oleh banyak wartawan yang berkumpul. Ya, dia adalah…
*****
Aku berlari tergesa menuju sekolah. Ini sudah setengah tujuh lewat. Ah,
mati aku, aku bisa terlambat. Eh, tetapi bukankah ini sudah biasa bagiku? Ya,
tiap hari pun aku selalu berlari tergesa menuju sekolah dan terlambat. Karena
memang, banyak hal yang harus ku lakukan terlebih dahulu sebelum berangkat
sekolah, sehingga beginilah jadinya, aku selalu tergesa-gesa untuk menuju
sekolah, dan tak jarang pula ada sesuatu yang ketinggalah hanya karena
ketergesaanku. Ah, iya, lagi-lagi, aku lupa, gorengannya belum ku bawa. Aku
segera memutar langkah lariku untuk kembali dulu.
Nafasku terengah-engah. Fyuh…. Untung saja, walau bel masuk sekolah
telah berdering, tetapi sepertinya belum ada guru BK yang standby di
depan gerbang sekolah. Aku segera menyelinap masuk menuju lorong sekolah, dan
fyuh…. selamat, tidak ada yang tahu. Aku melangkahkan kakiku di
sepanjang lorong sekolah menuju ke kelasku, dengan menenteng sebuah keranjang
penuh dengan gorengan. Ya, gorengan yang akan ku jajakan di sebuah sekolah
swasta menengah pertama yang merupakan tempat bagiku untuk menimba ilmu
sekarang ini. Memang tiap hari aku harus berjualan seperti ini, termasuk di
sekolah, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sekaligus untuk tambahan uang
jajan bagiku. Aku tidak malu untuk berjualan seperti ini walau dengan usiaku
yang tergolong masih belia ini. Lagipula, untuk apa aku malu? Kalaupun aku malu,
pasti aku sudah lebih malu dengan kondisiku yang….
“Hey, Andre!” Tiba-tiba aku terkejut dengan suara yang memanggilku dari
arah belakang. Aku segera menoleh ke sumber suara itu, fyuh…. ternyata Fina,
teman sekelasku yang datang dari arah toilet. Aku hanya mampu tersenyum
membalas sapaan darinya. Kemudian ia langsung berkata kembali, “Seperti biasa
ya, kamu ini selalu saja terlambat seperti ini. Tuh… keringatmu kelihatan
banget tuh.” Aku kembali tersenyum menjawab tegurannya. Ia kembali berkata
dengan melihat keranjang yang ku bawa, “Sepertinya kamu sudah keberatan tuh.
Mau ku bawakan?” Kali ini aku hanya menggeleng menjawab tawarannya.
Kelas VIII B sudah terlihat di depanku, aku dan Fina pun memasuki kelas
yang menjadi kelas favorit kami, sebuah kelas yang menurutku berisikan
murid-murid baik berjiwa besar. Dan pelajaran pun segera berlangsung.
Aku mengangkat tangan saat seorang guru matematika yang sedang mengajar
memberikan sebuah pertanyaan. Bu Rini lekas mengizinkanku untuk maju dan
menyampaikan apa yang dalam balik otakku. Aku menjawab pertanyaan bu Rini
dengan beberapa goresan di papan dan segera kembali duduk. “Baiklah, terima
kasih, Andre.” Ucap bu Rini padaku.
Sepulang sekolah salah seorang temanku bernama Rudi memanggilku, “Hey
Andre, di tempatmu enggak ada acara kan di hari minggu besok ini? Main-main ke
rumahku dong, sekalian mengerjakan tugas yang diberikan bu Rini tadi, kayaknya
kamu sudah paham dengan bab itu tadi deh, aku masih bingung. Ku siapkan banyak
camilan deh...”
Belum sempat aku menjawab, tiba-tiba Fina ikut menyahut, “Ah, aku juga
datang ya? Aku juga masih bingung, kalau dikerjakan bersama pasti lebih mudah,
ya kan Ndre? Hehe..”
Aku segera mengambil sebuah kertas dan bolpoin, kemudian menuliskan
sesuatu di atas kertas tersebut dan menunjukkan pada mereka, ‘InsyaAllah aku
luangkan. Sepertinya besok jam 9 pagi yayasan sudah tidak acara.’
“Siippp… oke deh… besok yah?” ucap Fina memastikan, dan aku hanya
mengangguk.
Aku memang tidaklah pintar, dan belum sekalipun mendapat ranking satu di
kelas, tetapi nilaiku cukup bagus di pelajaran matematika dan setidaknya aku selalu
masuk sepuluh besar serta selalu berusaha sekuat tenaga untuk mampu meraih
ranking satu. Apakah itu cukup? Apakah ia akan bangga padaku? Dengan kondisiku
ini? Pikirku sejenak.
Ya, seperti itulah kehidupanku, tidak jauh berbeda dengan remaja
seusiaku. Hanya saja, aku sudah harus mulai berjualan kecil-kecilan untuk
memberikan uang jajan tambahan, karena yayasan panti asuhan hanya memberikanku
kebutuhan-kebutuhan pokok saja, dan akan sangat beruntung saat ada seorang
dermawan yang datang. Panti asuhan? Ya, aku sekarang ini tinggal di sebuah
panti asuhan sejak aku kecil, dan bahkan hingga sekarang aku tidak tahu siapa
orang tuaku. Tetapi aku cukup menikmati kehidupanku sekarang ini, teman-teman
satu yayasan ataupun satu sekolahan yang telah begitu baik padaku walaupun
dengan kondisiku yang kekurangan semacam ini. Ya, aku bisu sejak kecil, aku
tidak bisa berbicara dengan teman-temanku, kecuali dengan goresan di atas
kertas. Tetapi aku tetap bisa hidup bahagia, dengan teman-teman yang begitu
peduli padaku, walau ada suatu hal yang mengganjal hatiku.
Suatu hal yang begitu mengganjal hatiku, siapakah orang tuaku? Aku
sangat ingin bertemu dengan mereka, dan bertanya banyak hal pada mereka. Pak
Rizal, pengasuh panti, pernah mengatakan padaku bahwa dahulu ada seorang wanita
belia berumur hampir sekitar 20 tahunan datang ke panti tempat tinggalku itu
untuk menyerahkannya seorang bayi kecil yang tidaklah lain adalah aku. Gadis
itu mengatakan bahwa ia hanya akan menitipkan anaknya tersebut tidak lebih dari
sebulan, dan akan kembali bersama ayah dari bayi itu. Tetapi… Hingga kini janji
itu tidaklah pernah hadir. Sesosok wanita yang ku tunggu-tunggu kedatangannya,
hingga kinipun tidak pernah menunjukkan batang hidungnya.
Tahun lalu, Pak Rizal juga telah memberikanku sebuah foto gadis itu
dengan sebuah alamat yang tertera di belakang foto yang diberikan oleh gadis
itu sebagai jaminan bahwa ia akan datang kembali untuk mengambil bayinya.
Tetapi, lima bulan setelah wanita itu menitipkanku, Pak Rizal mencoba untuk
mencari alamat yang tertera. Tetapi ternyata, alamat yang diberikan itu adalah
sebuah kos-kosan, dan sosok wanita itu juga tidak ditemukan. Dan tahun lalu aku
juga sudah mencoba membuktikan alamat yang tertera itu, dan benar, hasilnya
nihil. Kini, ku hanya bisa menyimpan foto itu baik-baik dengan berharap ia akan
kembali menemuiku dan merawatku dengan penuh rasa cinta selayaknya kasih sayang
orang tua pada anaknya.
*****
Secara tidak sengaja aku menemukan sebuah selebaran di rumah Rudi saat
aku sedang asyiknya memainkan bolpoinku di atas buku tugas matematika. Aku
terdiam sejenak, menatap selebaran itu dengan pasti. Rudi yang melihatku
terdiam tiba-tiba saat sedang mengerjakan tugas itu, segera bertanya, “Ada apa?
Ada yang salah?”
Aku membalikkan lembaran buku tugasku ke halaman paling belakang, dan
menuliskan, ‘Selebaran apa yang tergeletak di atas laci itu?” Kemudian aku menunjuk
ke arah selebaran yang ku maksud. Rudi lekas bangkit dan mengambil selebaran
itu. Kemudian ia bertanya penasaran padaku, “Memangnya kenapa?” Aku hanya
menggeleng menjawabnya. Rudi kembali berkata seraya menyerahkan selebaran itu
padaku, “Ini hanya selebaran mengenai konser dangdut yang akan diadakan di kampung
kita nanti malam. Cuma artis-artis local dari ibukota yang mengadakan konser di
sini kok. Kayaknya sih enggak seberapa terkenal. Eh, kenapa? Memangnya kamu mau
melihat kenapa?”
Aku kembali menuliskan sesuatu di atas kertas, ‘Enggak kok, cuma tanya
saja.’ Lalu aku menatapi selebaran itu dengan seksama untuk beberapa saat.
Terlihat salah seorang wanita berumur lebih dari 30 tahunan di selebaran itu menarik
perhatianku, sepertinya wajah itu pernah ku lihat sebelumnya…
Aku melangkah pulang di teriknya minggu siang, aku mengingat kembali
wajah yang sepertinya tidak asing di selebaran yang ku lihat tadi. Benar, foto
yang diberikan pak Rizal setahun yang lalu, mungkin dandanannya tampak jauh
berbeda, tetapi… ya tidak salah lagi. Aku selalu mencoba untuk mengingat betul
wajah itu dan tak ingin melupakannya…
Tiba-tiba terdengar suara keramaian di salah satu sudut jalan. Aku mencoba
untuk memastikan asal suara tersebut. Terlihat sebuah mobil berhenti di depan
sana dengan di kerumuni oleh banyak wartawan dan beberapa warga. Sesosok wanita
muncul dari balik mobil mewah itu seraya menyingkapkan alunan rambut lembutnya yang
mulai menutupi wajahnya. Pancaran indah wajah yang telah lama ku harapkan
pertemuannya membuaikan anganku dalam kecantikannya. Wanita yang telah lama
merasuk dalam benakku dan terus-menerus menanyai ambang pikirku, hingga
membuatku ingin mencari keberadaannya, kini telah tepat dihadapanku. Rasa rindu
akan pertemuan padanya yang sesungguhnya sangat ingin ku lampiaskan dengan berteriak
segenap tenaga, tetapi apa daya, aku tidak bisa berkata apa. Kini, ku hanya
mampu terdiam membisu menatapnya yang dikelilingi oleh banyak wartawan yang
berkumpul.
Jutaan pertanyaan muncul beriringan dalam benakku saat dia mulai berlalu
pergi menjauhi ambang batas penglihatanku. Dia… diakah ibuku? Sesosok wanita
yang ku harapkan kehadirannya, yang telah lama ku ingin bertemu dan mencarinya.
Tetapi kenapa? Ia memberikanku kepada sebuah yayasan panti asuhan dan juga tak
pernah kembali untuk menemuiku? Apakah ia tak mengharapkan kehadiranku? Apakah
ia tak mencintaiku layaknya orang tua mencintai anaknya? Apakah karena ia tahu
dan malu dengan kondisiku yang hanya mampu terdiam bisu ini? Ataukah… ah..
karena apa? Aku sungguh tak mengerti, Salah Apakah Aku?
Pesan:

selingan sebentar yah...
ReplyDeletesebelum melanjutkan cerita Cermin Dua Muara
yah... biar isinya gak fantasy mulu..
terlebih karena alamat blogku yg .com telah kembali ke alamat normalnya...
keren tulisannya asli..
ReplyDelete_________________
Blog dengan segala isi yang akan membuat hari-hari mu tidak bosan, stay enjoy, keep smile. Go to http://sdftyujklvbn.blogspot.com
ya..
Deleteterimakasih atas kunjungannya...
Waaa ada cerpen., kebetulan lagi suka baca2 cerpen. Semangat menulis ya (^_^)/
ReplyDeleteoke...
Deletesiiippp...
semangat juga...
\(^_^)/
Ane kayakny harus bilang Woow sambil HArlem Shake nih bro abis baca tulisannya...
ReplyDeleteBtw, gambar ilustrasinya pake apa masbro ? buat sendiri ta ?
-mechanicalengboy.wordpress.com-
hehe....
Deletegak usah berlebihan... ^_^
ilustrasinya buat sendiri???
hehe....
ya enggaklah...
mana ada waktu selama itu utk membuat ilustrasi ini dari awal..
cuma ambil dari google terus saya edit sedikit utk penyesuaian...