“Fyuh….
Sudah jauh-jauh melangkah, eh.. kembali ke tempat jelek ini lagi.” Ucap Knight
sembari menghela nafas, ketika ia dan Stealth berada di luar pekarangan rumah
tua di desa dekat jalan perkotaan Seberida itu. Mereka terpaksa kembali ke
tempat awal mereka datang dari dunia liteirin di tengah terik panas matahari di
siang hari, karena sudah tak memiliki ide ataupun informasi dalam melanjutkan
misi mereka.
“Ya,
ya, aku tahu.” Ucap Knight tanpa ada nada semangat. “Sekarang, apa yang akan
kita lakukan?”
“Entahlah…
apa perlu kita kembali ke dunia kita?” ujar Stealth.
“Apa
di sekitar gerbang dimensi ini tidak ada petunjuk?” Tanya Knight kemudian.
Tetapi, sebelum sempat dijawab, Knight melanjutkan, “eh tunggu… gerbang
dimensi. Ini mana gerbang dimensinya?”
“Ah,
benar juga, di dunia manusia ini berbeda. Tetapi karena kita pertama kali
sampai di dunia manusia ini muncul dari dalam sana,” ucap Stealth sembari menunjuk
ke arah rumah tua itu, “jadi pasti
gerbang dimensi ada di dalam sana.”
“Hei,
hei, tunggu… tunggu dulu.. jangan katakan jika kau juga tak tahu letak pastinya
gerbang dimensi di dunia manusia ini, dan bagaimana caranya kita kembali?”
“Yah,
seperti yang ku katakan, ini juga pertama kalinya bagiku ke dunia manusia.”
“Ah,
sial. Jadi, kita tak tahu apa yang harus dilakukan di dunia manusia ini, dan
juga tak ada pilihan bagi kita untuk kembali.”
“Hemh….
tetapi aku bisa merasakan energi yang terpancar dari gerbang dimensi melingkupi
seluruh tempat ini.”
“Apa
maksudnya itu?” Tanya Knight bingung.
“Artinya,
kita bisa menuju jalan penghubung selama berada di sini.” Jawab Stealth sembari
melangkah perlahan memasuki rumah itu dengan diikuti oleh Knight.
“Maksudmu?
Bukankah untuk memasuki gerbang dimensi di Cyber-Gate, aku harus memancarkan
auraku di tempat antara dua pilar besar?”
“Ya,
itu jika di dunia kita, tetapi di dunia manusia ini tampaknya berbeda.”
“Ja.. jadi…. Bagaimana nantinya kita kembali?”
ucap Knight mulai resah.
“Maka
dari itu, kita ke sini untuk menemui Gerald terlebih dahulu. Kemudian kita bisa
bertanya padanya mengenai informasi tentang Robert, dan setelah itu kita bisa
kembali dengan mudah bersamanya. Yah… Ku kira ini akan menjadi mudah, menemui seorang
liteirin di antara kerumunan manusia. Uh.. ternyata…”
“Sial!
Bisa-bisanya? Apakah Jendral dan Tetua tidak memberikan sesuatu yang dapat
mempermudah kita? Ah, benar-benar sial, pertama kali mendapat misi tinggi,
malah begini.”
“Semakin
tinggi misi, memang semakin sulit. Dan dalam misi ini kita tidak memperoleh
banyak informasi yang mendukung.” Ujar Stealth.
Knight
dan Stealth telah berada di dalam rumah itu. Mereka berdua menyusuri tempat
berantakan itu, mencari sesuatu yang dapat menjadi petunjuk, atau sesuatu hal
yang mencurigakan, yang mungkin merupakan tempat pemancaran gerbang dimensi.
Tetapi yang mereka temui hanya rongsokan-rongsokan tak berguna.
“Apa
yang kita lakukan di sini? Sial. Aku benar-benar sial. Orang-orang tua bodoh
itu juga seenaknya mendamparkan aku di tempat ini.” Ucap Knight kesal.
“Jangan
bicara…!” sergah Stealth.
“Biarkan
saja. Orang-orang tua itu memang…”
“Maksudku…
diam!” Stealth memotong pembicaraan. “Ada yang datang.”
“Si..
siapa?” Knight terkejut. “Hanya manusia biasa atau Robert atau siapa?”
“Aku
tak tahu.” Stealth dan Knight segera bersembunyi. Stealth merayap ke tembok,
berusaha mengintip siapa yang datang. Seseorang mulai membuka pintu rumah
perlahan. Tiba-tiba, wajah Stealth tampak terkejut, dan berkata perlahan, “Apa
ini?”
Knight
heran dan berkata, “Apa? Apanya?”
“Aura
yang terpancar dari sosok yang datang itu tiba-tiba berubah semenjak ia
melangkah masuk ke rumah ini. Apa artinya ini?”
“Apa?”
Knight merasa penasaran dan segera melihat siapa yang datang. Knight melihat sosok
orang itu dan terkejut. Ia seperti mengenal sosok itu. Dengan rasa jengkel, Knight
segera menunjukkan sosoknya ke seseorang yang baru saja datang itu dan segera
berteriak ke orang itu, “Hah… Kau bocah manusia yang menjengkelkan waktu itu.”
Sesosok
yang melangkah masuk itu ternyata Ferdi yang masih mengenakan seragam sekolah.
Sepulangnya dari sekolah, ia sengaja ingin datang ke rumahnya itu, tetapi
betapa terkejutnya ia melihat ada dua orang aneh di dalam rumah itu, “Hey…
kalian pencuri waktu itu. Mau apalagi sekarang di sini?”
“Sial.
Kau benar-benar menyebalkan.” Ucap Knight terlihat jengkel.
“Pencuri
seperti kalianlah yang menyebalkan. Pasti kalian hendak berbuat jahat atau.…
kalian pasti menimbun hasil rampokan di sini? Sialan kalian, cepat pergi dari
sini. Dasar penjahat!” bentak Ferdi.
Dalam
waktu singkat, pertemuan antara Knight dan Ferdi ini segera menciptakan adu
mulut dan menimbulkan kegaduhan di dalam rumah itu.
Beberapa
meter dari tempat itu, seorang pemuda bertubuh besar yang memakai kaos merah
dan celana hitam bercorak merah, melangkahkan kakinya kebingungan, seperti
sedang mencari sesuatu. Ia berkata, “Setahuku, rumahnya ada di sekitar sini.”
Pemuda
ini melangkahkan kakinya memutari kawasan itu. “Pasti ada di sini,” Lanjutnya
sambil terus melangkah, “pasti aku akan mengalahkannya kali ini. Bisa-bisanya
dulu aku kalah dan mundur hanya dengan sekali tendangan oleh bocah ingusan itu.
Jika mengingat hal itu… cih… aku takkan terima. Setelah sekian lama, aku
berlatih karate dan akhirnya mendapatkan sabuk hitam. Sekarang aku bukanlah
bocah nakal dan sok kuat seperti dulu, kali ini aku akan menunjukkan bahwa aku
benar-benar kuat. Aku akan menantangnya dan mengalahkannya dengan kehormatan.
Karena aku takkan terkalahkan. Akulah Billy.”
*****
Dua
buah mobil kembali melaju kencang di jalan kolektor di daerah kota Enok. Kedua
mobil ini mengarah kembali ke kota Seberida.
“Ke
mana lagi kita ini?” Tanya Steve yang duduk di dalam mobil mercedez bersama
dengan Robert yang mengemudi dan Jack di belakangnya.
“Kita
akan memusnahkan penghalang terlebih dahulu.” Jawab Robert.
“Penghalang?”
“Ya,
kemungkinan akan ada musuh lain yang akan mengejar. Untuk itu, kita akan
meminimalisir bahaya yang akan datang lebih banyak.”
“Haha….
Bukankah lebih banyak akan lebih menyenangkan? Satu musuh. Itu tidak akan
menyenangkan.” Ucap Steve.
“Sudah
berapa kali ku bilang, lawan kita ini bukan manusia. Jika kau tahu betapa
menyulitkannya mereka, kau takkan ingin lebih banyak melawan mereka.”
“Baiklah,
tuan sok tahu. Aku menurut saja untuk kali, tetapi sebaiknya, kau jangan
mengecewakanku.”
Kedua
buah mobil itu masih melaju kencang menuju satu tempat. Suatu tempat pertemuan
tak terduga yang akan menjadi kisah pertarungan panjang. Suatu tempat di mana
semua cerita sesungguhnya bermula.
kakak... follbeck akuu
ReplyDelete