![]() |
Klik gambar untuk episode sebelumnya |
Reno tiba
sekembalinya dari tengah kota, ia membuka pintu rumahnya perlahan, dan
tiba-tiba muncul perasaan heran dan mengganjal. Ada sesuatu yang tidak beres di
sana. Reno bergegas memasuki rumahnya dan menuju kamar yang menjadi tempat di
mana setidaknya ibunya terbaring saat ia meninggalkan rumahnya dalam keadaan
terbuka.
Reno terkejut
tiada tara saat masuk ke dalam kamar. Tak tampak ada sesosok wanita yang begitu
ia cinta di sana. Reno panik tiada terungkap. Ia segera berlari menabraki benda
apapun yang tergeletak di atas lantai. Ia tidak peduli, ia tetap saja menyusuri
sekujur isi rumahnya. Tetapi tidak juga tampak sesosok yang ia cari.
Reno
benar-benar bingung. Rumah yang sudah mulai tampak seperti kapal pecah akibat tingkahnya
tidak juga ia pedulikan. Ia segera berlari keluar rumahnya, menatap ke
sekeliling dan hendak bertanya pada rumput yang bergoyang. Ya, suasana saat itu
sepi. Tentu saja. Rumahnya yang cukup berjarak di antara tetangganya ditambah
pergaulannya yang tidak begitu akrab dengan tetangganya. Apa yang harus ia
lakukan? Bertanya pada tetangga? Apakah ia harus? Punya keberaniankah ia untuk
itu? Bertanya dengan seseorang yang tidak begitu ia kenal dekat? Atau nanti
malah hanya akan menjadi bahan pelampiasan tawa, karena jika ternyata ibu yang
ia cari hingga panik dan bingung, berada di WC rumahnya. Tetapi ia sudah
memeriksanya dan tidak ada. Atau mungkin di tempat sepele lainnya? Ia tidak mau
mengambil tindakan tergesa dan ceroboh lagi, ia tidak mau malu lagi. Reno
berusaha menenangkan diri sejenak. Dan hanya bisa bertanya pada rumput yang
bergoyang atau batu yang hening seribu kata.
Pikiran Reno
kalut, tetapi ia berusaha menenangkan diri. Sejenak ia duduk di depan rumahnya,
merenungkan diri untuk sejenak. Hingga suara kendaraan bermotor mengusiknya.
Jarang-jarang terdengar sebuah suara kendaraan bermotor di rumahnya. Ia menatap
lurus ke arah sumber suara. Seorang pengendara sepeda motor datang
menghampirinya.
“Reno, naiklah,
cepat! Ibumu sakit, sekarang dirawat di rumah sakit.” Heri segera menyambar
dengan perkataan.
“HAH!!!” tak
ada jawaban yang mampu diungkapkan oleh Reno selain kata itu. Ia bingung,
benar-benar bingung, dan hanya bisa melongo.
“Cepatlah!
Ibumu sakit.” Heri mengulang perkataannya, tetapi tak juga Reno beranjak.
Gereget Heri menanti gerak-gerik Reno yang membisu, Heri segera turun dari
sepeda motornya dan menarik Reno untuk ikut bergabung.
*****
Semuanya
berjalan dengan baik-baik saja, setidaknya untuk hari minggu itu, hingga di
sore harinya. Reno bisa kembali pulang ke rumah bersama ibunya, dengan ditemani
Alfin, Heri, dan Fika. Tetapi sungguh, sebenarnya Reno bingung dengan apa yang
terjadi, bagaimana bisa ketiga temannya itu datang ke gubuk reyotnya dan
menolong ibunya yang sedang jatuh sakit itu? Padahal sebelumnya, belum ada yang
pernah datang berkunjung ke tempat, terlebih teman sekolahannya, terlebih lagi
Alfin?
“Umm…” ucap
Reno berusaha membuka pembicaraan, sesampainya di rumah dengan ditemani ketiga
teman satu sekolah di ruang tamu, setelah ia mengistirahatkan ibunya di kamar.
“Apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana bisa kalian datang kemari dan menolong
ibuku?”
“Kami hanya
kebetulan mampir ke sini.” Ucap Alfin sedikit berbohong.
“Tetapi…” ucap
Reno ragu.
“Sudah
sewajarnya bukan seorang teman datang bermain ke rumah temannya?”
Reno tersentak
kaget. ‘Teman?’ Baru kali ini ada seseorang yang mengakuinya sebagai teman.
Reno tak dapat berkata apa lagi, kemudian ia hanya berucap, “Te.. Terima
kasih…”
“Tak perlu kau
berterimakasih, seharusnya kami berdualah yang berterimakasih kepadamu yang
telah membebaskan kami dari jeratan hukum pidana.”
“Eh? Bagaimana
kalian tahu?”
“Aku
melihatnya.”
“EH?”
Alfin sedikit
tertawa pelan, kemudian berucap, “Sebenarnya, awalnya aku hanya menebak, tetapi
ternyata memang kau.”
Heri pun ikut
menimpali, “Kau memanglah seorang yang baik, Reno. Hanya kami sajalah yang
tidak menyadari itu.”
“Ya, karena kau
unik.” Sahut Alfin kembali. “Kau selalu berusaha bersikap jujur, walau di
sekitarmu berlaku curang. Kau selalu berusaha berbuat baik pada seseorang,
walau seringkali banyak yang tak menghiraukan kebaikanmu. Kau mungkin buruk
dalam pelajaran perhitungan, tetapi kau memiliki suatu bakat alami yang indah
yang tidak dimiliki orang lain. Bahkan, kau memiliki banyak sikap kepribadian
yang tak dimiliki banyak orang. Kehidupan yang seharusnya pahit kau terima,
karena tak ada yang peduli denganmu, bisa kau sikapi dengan penuh warna.
Kehidupan penuh warna yang unik. Bagaikan ada sebuah pelangi dalam dirimu, yang
memberikan warna kehidupan padamu, yang tak dapat ku pahami apa itu. UNIK.”
Reno hanya
terdiam bengong, tanda tak mengerti. Sedangkan Fika yang mendengarnya, hanya
mampu menebarkan senyumnya.
“Banyak hal
yang ingin ku tahu darimu.” Lanjut Alfin. “Bisakah mulai sekarang kita
bersahabat? Kita lupakan pertempuran masa lalu kita.”
Reno tercengang
mendengarnya, ia hanya mampu meneteskan sedikit air yang membasahi pelipisnya,
seraya berkata, “Terima kasih.”
“Sudah ku
bilang, kau tak perlu berterimakasih. Kamilah yang seharusnya meminta maaf
padamu, yang tak mau memahamimu.”
Reno terdiam,
menatap mata Alfin dengan seksama.
Alfin
menggandeng atau lebih tepatnya mengepit lengannya pada leher Heri dan juga
kemudian menggandeng Reno. Suasana akrab dan ramah saat itu mulai terasa. Bergandengan
dengan wajah menatap akrab yang berdekatan satu sama lain itu, Alfin pun berkata,
“Mulai sekarang kita bertiga bersahabat, bukan?”
Senyum Reno
yang belum pernah mereka lihat, mulai terpancar di sana. Kemudian Reno hanya
menganggukkan kepalanya. Alfin dan Heri pun merasa senang, akhirnya mereka
dapat mengenal siapa Reno sebenarnya. Tetapi, di suasana seperti itu,
sepertinya ada yang terlihat cemberut tak senang.
Fika menutup
mulutnya yang menguap sesaat, “Aku seperti patung di sini. Kalian tidak melupakan
seseorang, bukan?”
Alfin dan Heri
memandang seseorang yang sejak tadi tersenyum sendiri di sudut ruangan.
Kemudian mereka berdua hanya mampu tertawa bersama. Sedangkan Reno, hanya
terdiam bengong melihat gelagat teman-teman satu sekolahnya itu, oh, maksudnya,
sahabat-sahabatnya itu.
Tamat
kisah persahabatan yang indah :)
ReplyDeleteAlhamdulillah kalo ada yg bilang indah... ^_^
Delete