![]() |
Click it! |
Berjalan seorang
diri sepanjang lorong sekolahan, ya, Si Reno, seperti biasa. Di sebuah sekolah
yang terletak di pinggiran kota dan dalam suasana yang masih pagi cerah, saat
masih belum banyak siswa yang berdatangan, seperti biasa Reno sudah tiba di
sekolah lebih dulu. Dan seperti biasa juga, kamera usangnya setia menemaninya
untuk jeprat sana jepret sini. Tetapi di pagi ini, ada pemandangan yang tak
biasa bagi Reno, ia melihat sebuah alat untuk mengepel tergeletak begitu saja
di atas lantai salah satu lorong sekolah diiringi pula dengan kondisi lantai
yang basah tak beraturan.
Niat hati bagi
Reno untuk membereskan kondisi lantai yang tampak buruk itu agar tak
membahayakan siapapun yang melewatinya. Ia bergegas mengambil alat pel
tersebut, kemudian melihat ke sekeliling, dan kebetulan sekali, tak jauh dari
situ, di sebuah sudut halaman di sebelah lorong itu tampak bersandar sebuah
ember yang telah terisi oleh air. Tanpa berpikir panjang lagi, Reno segera
menghampirinya dan mencelupkan alat pel yang ia bawa ke dalam ember tersebut.
Dan kemudian, segera menggunakannya untuk membersihkan lantai yang becek
tersebut. Tapi apa yang terjadi?
Cerobohnya
Reno, karena tidak memperhatikan terlebih dahulu cairan apa yang ada di dalam
ember tersebut. Ember yang ternyata berisi limbah cair bekas praktikum
anak-anak kelas sebelah, justru malah membuat lantai itu tampak bertambah
amburadul.
Reno panik?
Tentu saja, ia bergegas tengok sana tengok sini, lari sana lari sini, mencari sesuatu
apapun yang dapat membersihkannya. Setelah beberapa momen yang meyakinkannya
bahwa tidak ada apapun di sekitarnya yang dapat ia gunakan untuk membersihkan
lantai yang semakin ia buat bertambah parah itu, ia segera berlari pergi.
Kabur?
Tentu tidak, Reno
bukanlah tipe orang yang tidak bertanggungjawab seperti itu, ia bergegas
berlari menuju toilet terdekat. Sesampainya di sana, ia hanya bisa bengong
ditambah bingung, apa yang bisa ia gunakan untuk mengangkut air untuk
membersihkan lantai itu? Hanya ada sebuah gayung di sana, dan air sebanyak itu
tidaklah cukup untuk membersihkan kecerobohan yang ia lakukan. Tak ada benda
lain yang dapat gunakan, ia kembali berlari. Ke mana lagi?
Tentu saja
kembali, ia berlari dan melihat sebuah belokan di lorong di depan sana, ia tahu
tepat di kanan belokan itu adalah tempat di mana ia melakukan kecerobohannya.
Tetapi ia tidak ke sana, ia berlari ke halaman di sebelah kirinya. Ya, tempat
yang terdapat sebuah ember berisi cairan yang tadi ia gunakan untuk memperparah
keadaan. Ia segera memungut ember itu, dan dengan ember yang berisi cairan
tanpa guna itu, ia membawanya bersusah payah menuju toilet terdekat.
Di dalam toilet
itu, ia baru membuang isinya, dan membersihkan ember itu. Kemudian mengisinya
dengan sejumlah air bersih. Saat itu, pikirannya telah melayang, jam masuk
sekolah sudah semakin dekat, dan sebentar lagi murid-murid yang lain akan
berdatangan, apa jadinya jika ia terlambat membersihkan semuanya. Oh no, ia tidak
mau membayangkan hal-hal buruk lagi, ia bergegas berlari tergopoh dengan
seember air bersih itu.
Sedikit lagi,
ia sudah dapat melihat belokan itu, sebentar lagi. Tepat di kanan belokan itu
ia harus sudah membersihkan semuanya. Ia sudah tak mau membuat kesalahan lagi,
ia harus segera membersihkan semuanya, segera, hanya itu yang ada dalam
pikirannya. Tetapi lagi-lagi, di tengah kepanikannya, ditambah kecerobohannya,
tepat saat Reno berbelok ke kanan, ia segera mengguyurkan seember air ke
lantai. Apa yang terjadi?
Tak ia sangka,
ternyata semuanya telah terlambat, sebelum ia sempat membersihkan kejahatannya,
ternyata sudah ada seseorang yang menjadi korbannya. Tampak Alfin terjatuh
terjerembab di atas lantai, dan kini bertambah basah kuyup akibat Reno
memandikannya.
Yah… setelah
itu apa yang terjadi? Ya, sudah dapat diduga. Bayangkan saja.
*****
Itu hanya tidak
lebih dari secuil cerita masa buruk Reno, masih banyak cerita panjang yang
buruk dan gelap bagi Reno. Tetapi itu tak mungkin dijabarkan satu per satu,
jadi, lupakan saja.
Namun, yang
pasti, kebanyakan cerita buruknya berujung masalah pada Alfin, dan terkadang
juga dengan kawan-kawan. Sebenarnya sih, memang, bukan berarti seluruh
teman-teman satu sekolah Reno tak suka atau bahkan benci pada Reno, tidak,
tidak juga. Bahkan, Reno adalah anak pendiam yang sebenarnya baik di
sekolahannya, tetapi ya itu… banyak sekali kebodohan dan kecerobohan yang ia
lakukan, dan seringkali menjengkelkan.
Terlebih Alfin,
yang entah mengapa sering menjadi korban kecerobohan si Reno, jelas saja itu
membuat Alfin selalu dibuatnya jengkel dan marah. Tetapi untungnya, masih ada
saja yang berusaha menenangkan amarah Alfin dan berusaha meredakan kejadian
yang tak diinginkan.
Seperti suatu
saat di pagi hari, sebelum jam pelajaran dimulai, ketika Reno selesai menghapus
papan tulis dan tangannya berlumuran spidol papan yang tidak ia sadari
keberadaannya. Dan bertepatan Alfin yang duduk di bangku paling depan, yang
saat itu Reno berusaha meminta maaf padanya karena tak ingin selalu menjadi
pertikaian panjang antaranya dengan Alfin. Ya, setidaknya ia bisa meminta maaf,
dan Alfin menjadi tak salah sangka terus. Tetapi apa yang terjadi? Justru
sebaliknya, ketika Reno menghampiri Alfin dengan ragu-ragu, dan Alfin hanya
menatapnya sinis.
Belum sempat
Reno berucap sepatah kata, tiba-tiba Alfin terlihat marah membentak, “Heh,
apa-apaan sih kamu, sengaja ya mau membuat buku-bukuku menjadi berantakan?”
Sontak saja,
Reno melihat buku-buku Alfin yang berada di atas meja, yang saat itu
tangan-tangan kotor Reno menjamahi buku-buku di atas meja itu. Reno terkejut
mundur. Tetapi semua sudah terlambat. Alfin sudah terlanjur marah-marah.
“Eh, fin.
Apa-apaan sih ini? Kamu ini kok masih pagi-pagi selalu saja terlihat sudah
marah-marah.” Beruntungnya, saat itu ada Fika, cewek satu kelas yang terkenal
baik dan tanggap, yang segera melerai ketika mengetahui kondisi yang terasa
akan bernaung amarah.
“Sudahlah, kamu
ini enggak usah sok ikut campur segala.” Alfin menyela.
“Lah… habis
kamu masak tiap pagi kelihatan marah melulu pada Reno.”
“Lah… habis nih
anak saja yang cari masalah terus.”
“Mungkin dia
juga tidak bermaksud begitu.” Ucap Fika yang kemudian menatap Reno, “Iya kan,
Reno?” Tetapi Reno hanya terdiam bengong tak mengatakan sepatah kata pun, namun
kemudian, ia segera mengangguk.
“Tuh tahu
sendiri, kan? Reno tidak bermaksud buruk.” Lanjut Fika.
“Ah, sudahlah,
lupakan, kamu ini selalu saja membela anak autis ini.”
“Huss…. Kamu
ini apaan sih?”
Tak ingin
mengambil pusing lagi, Alfin segera berkata dengan sedikit membentak pada Reno,
dengan menunjukkan jarinya pada Reno bertanda mengusir, “Sudahlah, Cepatlah
sekarang kau kembali ke bangkumu!!! Aku muak denganmu! Kali ini ku maafkan,
tapi awas saja lain kali!”
Di tunggu lanjutannya ...
ReplyDeleteok, kang....
Deleteditunggu kelanjutan cerita anda yg bikin penasaran itu... ^_^