Tuesday, 1 May 2012 - , 0 comments

SENTUHAN MALAM part XIII – Amarah Dark-Sanctum


Dengan sisa tenaga yang terakhir, ku memutuskan untuk melakukan serangan terakhir yang menjurus pada dark-sanctum. Ini pertaruhan. Hanya ini yang mampu ku lakukan. Aku sendiri tak mengerti apa yang ku lakukan dan apa yang akan terjadi. Tetapi, melihat gelagat Robert yang aneh, ku merasa heran. Dan lagi, terjadi sesuatu pada dark-sanctum. Hal itu membuatku bertambah heran.
Robert berlari menjauh dan memasuki rimbunan hutan. Apa? Apa yang terjadi? Ku semakin heran. Sepertinya sesuatu yang buruk akan terjadi. Tetapi.... Apa? Tak sempat ku berpikir lebih lama lagi, ku segera tau, karena terasa sesuatu sedang terjadi. Dan itu...
+++++++++++++++++++++++++++



Tiba-tiba saja terasa hawa aneh yang menyelimuti daerah di sekitar dark-sanctum. Sesuatu sedang terjadi di jalan penghubung. Angin-angin bertebaran dengan cepat dan tak menentu arah. Dedaunan gugur berhamburan, begitu pula debu dan pasir di sekeliling, dan juga pepohonan di sekeliling seakan sedang tertarik. Semua seperti mengarah pada sesuatu.
Aku pun  tersadar, sesuatu sedang terjadi. Tubuhku merinding dan bergetar. Aku merasakan sesuatu. Tubuhku seperti hendak terangkat dan hendak bergerak dengan sendirinya. Ah, sial. Aku sadar, aku tak bisa berlama-lama di sini. Sepertinya seranganku pada dark-sanctum menyebabkan terjadi sesuatu. Dan itu... membuat dark-sanctum seakan-akan menghisap segala yang ada disekitar.
Hembusan angin seakan-akan mengarahkan segalanya ke satu titik, dark-sanctum. Makin lama hembusan angin ini semakin kencang. Sedikit demi sedikit tubuhku terasa mulai terangkat. Hingga ku merasakan tubuhku terseret dan hendak melesat terbang, segera ku menancapkan Great Sword yang ku pegang jauh melesat ke dalam tanah.
Ku menatap lurus ke arah dark-sanctum. Benda hitam legam melingkar itu berputar searah jarum jam. Semakin lama terlihat putarannya semakin kencang bagaikan kincir angin. Benda-benda kecil di sekitarnya tampak terhisap ke dalam dark-sanctum.
Sekarang hembusan angin ini benar-benar kencang, ku dapat melihat ke sekeliling. Bebatuan, pepohonan, dan segalanya mulai terseret menuju puncak bangunan. Dan tiba-tiba terhisap dan masuk ke dalam dark-sanctum entah kemana. Semuanya, termasuk tubuh Grengor, ku dapat melihat mayat itu bergerak dengan terseret cepat di atas tanah, hingga terbang melesat ke arah dark-sanctum. Kemudian... hilang entah kemana. Seakan-akan dark-sanctum melahap apapun.
Kini, tubuhku pun terasa mulai terangkut. Tiba-tiba, tubuh ini terseret dan melayang. Dengan bertopang pada Great Sword, ku mencoba mempertahankan tubuhku. Kedua tanganku memegang pedang yang menancap ke dalam tanah dengan erat. Aku tak boleh melepaskan ataupun mengendurkan pegangan, atau nasibku akan sama seperti tubuh Grengor dan segala benda di sekitar yang telah hilang entah kemana. Kaki dan tubuhku terus berayun-ayun seakan-akan menari-nari di udara, hendak terhisap menuju dark-sanctum.
Ku mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ku dapat melihat pohon-pohon besar yang kokoh di sekitarku mulai terangkat dan berterbangan. Anginnya semakin, semakin, dan semakin kencang. Ku memicingkan mataku untuk berusaha menahan terpaan angin. Samar-samar ku melihat di depanku.... melesat sebuah... POHON BESAR! ke arahku. Sial. Ku terhempas akibat tabrakan pohon itu. Ah.. ku terhisap... Sial.
Great Sword. Pedangku. Benar. Aku masih menggenggam gagang pedang dengan tangan kiriku.
Duak.... ku menabrak bangunan bertingkat itu ketika terhempas. Seketika ku menghunuskan kembali pedangku ke dasar bangunan. Ku tertahan di kaki bangunan dengan memegang pedang.
Uh, ku tak dapat melihat dengan jelas. Hembusan angin dan hempasan debu maupun benda kecil hingga benda besar di sekeliling membuat pandanganku terbatas. Anginnya kini terlalu kencang. Namun ku dapat melihat sesosok lainnya selain diriku. Itu... walau tak dapat melihat jelas, tapi aku kenal dengan sosok itu. Itu, itu Robert.
Inikah mengapa Robert merasa panik sejak awal ku menyerang dark-sanctum. Kini, Robert juga terlihat berusaha susah payah bertahan dari hembusan angin kencang, sama halnya denganku. Dengan menancapkan pedang kecil yang ia sebut sebagai silffer, ia berusaha menopang tubuhnya agar tak terhisap ke dalam dark-sanctum.
”Bodoh!!! Inilah akibat yang kau lakukan, bocah bodoh!” Samar-samar ku mampu mendengar cacian Robert yang mengarah padaku. ”Kini kau menghancurkan semuanya. SEMUANYA!” bentak Robert.
”Tapi....”
”Sudah ku katakan padamu.” ucap Robert tanpa memberi kesempatan ku berbicara. Fuh... lagipula sulit ku berbicara dengan kondisi seperti ini. ”Kini kau membuat dark-sanctum mengamuk.” lanjutnya. Robert tampak tak mampu lagi menahan tubuhnya. Dengan tubuh gagahnya, tampak pedang kecilnya tak mampu menahan lebih lama lagi. Pedangnya tampak mulai bergeming. Amukan dark-sanctum ini telah memporak-porandakan tempat di sekelilingnya. Suasana jalan penghubung yang sebelumnya bagaikan hutan rimba, kini hanya bagaikan padang gersang dengan kondisi tanah yang retak dan tampak luluh-lantak tak beraturan. Ku masih dapat melihat banyak pohon dan benda lain terbang melayang. Hempasan angin kencang masih menyeruak bagaikan menusuk dadaku. Urgh.... ku tak dapat bertahan lebih lama lagi.
”Fuh... Huf...” nafasku tinggal satu-satu. Sampai kapan ini terus berlangsung. Aku sudah tak dapat bertahan lebih lama lagi. Tenagaku terasa benar-benar habis sekarang. Padahal ku sudah mengeluarkan sisa tenagaku untuk serangan yang terakhir, ku kira semuanya akan selesai. Tapi kini, aku masih harus bertahan lagi. Mataku sudah mulai sayup. Genggamanku pun telah mulai terasa rentan. Detik-detik terakhirku, ku sempatkan untuk melirik ke arah Robert. Dia juga terlihat bersusah payah, terlebih dengan pedang kecilnya. Pedangnya sudah tampak bergetar kencang, seperti tak mampu lagi menahan hembusan angin dahsyat ini, ditambah dengan beban tubuh Robert. Dan pada akhirnya pedang itu terhempas bersamaan dengan tubuh Robert. Ia masih terlihat setia menggenggam pedangnya.
”ARGHHH...!!!” ku dapat mendengarkan teriakan terakhirnya yang memekikkan telinga bercampur dengan suara desisan angin kencang berbaur tak menentu. Ku melihat sosoknya melesat ke arah dark-sanctum, kemudian dirinya menabrak dengan cepat ke dark-sanctum. Tetapi seakan-akan tak ada hentakan keras ke tubuh Robert. Di tengah teriakan histeris Robert, perlahan-lahan tubuhnya menghilang dari pandanganku. Seakan terhisap ke dalam dark-sanctum.
Ke mana semua benda yang terhisap oleh dark-sanctum pergi, batinku. Sebentar lagi ku juga akan menyusul. Tanganku melemas, tak mampu menahan lebih lama lagi. Perlahan, tanganku mulai melonggarkan genggaman. Sudah tak mampu lagi. Satu-persatu jari-jemariku mulai terlepas. Hembusan angin dahsyat ini menerpa tubuhku dengan kencang. Tubuhku meliuk-liuk di detik-detik terakhir. Hingga akhirnya genggamanku pun terlepas dari Great Sword yang disebut Elgrad itu. Mataku masih menatap ke arah Elgrad. Pedang itu masih tertancap kokoh ke dalam tanah, seakan-akan tak bergeming sama sekali akibat terpaan angin yang menyeruak masih ke dalam dadaku. Detak jantungku berdetak semakin laju tak menentu. Nafasku pun bagai tertahan oleh terpaan angin. Ku tetap menatap ke tempat Elgrad berada. Ku menjulurkan tanganku seakan-akan meminta Elgrad menggapai tanganku untuk memberiku bantuan. Namun, sia-sia, pandanganku mulai semakin menjauh dari keberadaan Elgrad. Elgrad tampak semakin samar dalam pandanganku, terlebih dengan kondisi angin kencang yang membuatku tak mampu menatap lurus ke arah Elgrad. Tetapi, tiba-tiba ku melihat sebuah sinar dari arah Elgrad. Ku menatap ke arah munculnya sinar. Tampak Elgrad sudah kembali ke bentuk orb. Uh, apa yang terjadi? Ku terus menatap orb tersebut, hingga perlahan-lahan orb tersebut lenyap dari pandangan. Apa? Apa yang terjadi pada Elgrad? Akankah sesuatu keajaiban akan muncul? Ah, entahlah...
Ku menanti-nanti akan datangnya sebuah keajaiban. Namun, tak ada apapun yang terjadi. Selesai sudah harapanku, ku menatap ujung kakiku yang semakin memasuki area hampa di dalam dark-sanctum. Kakiku seperti mati rasa, bahkan aku merasa telah lupa memiliki kaki. Di saat terakhir ini, kedua tanganku mencoba meraih bebatuan atau apapun yang ada pada bangunan tua ini. Berharap ku dapat bertahan hingga kejadian gila ini berakhir. Perlahan, dark-sanctum semakin ganasnya melahap tubuhku. Saat-saat seperti ini, entah mengapa terngiang dalam benakku sepatah perkatan ShadowZ dahulu. Dahulu, ia pernah memberitahuku bahwa Grengor memiliki tiga prajurit utama. Benar juga. Argh.... tapi tak ada waktu bagiku untuk memikirkan hal itu lagi. Tubuhku terus tenggelam ke dalam raungan dark-sanctum. Hingga...

0 comments:

Post a Comment

Pembaca yang baik akan selalu meninggalkan jejak... ^_^