Kotak Curhat
Gelap.... Kelam.... Sunyi.... Sepertinya aku ingat suasana seperti ini. Perlahan ku membuka mataku, sedikit demi sedikit aku dapat melihat di mana aku berada. “Tempat ini...” dengan suara rendah ku berkata. Ya, aku ingat tempat ini. Bagaikan hutan rimbun, dengan pohon-pohon yang berukuran besar dan juga sangat tinggi. “Ini... Jalan penghubung.” Ku berkata kembali entah dengan siapa. Tapi benar, ku kembali. Sekarang ku bersandar di sebatang pohon besar di belakangku. Segera beranjak dan melihat ke sekeliling. “ShadowZ?” ku tau dia telah tiada, tapi ku tetap mengatakan hal itu. Tapi? Kemana jasad ShadowZ? Ku berlari ke sekeliling, tapi aku hanya menemukan pakaian ShadowZ. Ya, hanya pakaiannya, bahkan senjatanya tak ada. Ku memungut pakaian itu dan kembali melihat ke sekeliling. “Apa yang ku lakukan sekarang?” ku bertanya pada diriku sendiri. Kemudian ku meletakkan kembali pakaian itu dan hendak berlari pergi. “Aku harus segera menyelesaikannya sekarang juga.” Ku kembali berkata pada diriku sendiri. Tetapi kemudian ku menoleh kembali ke belakang, melihat pakaian itu lagi dan melangkah ke arah pakaian itu lagi. Ku mencoba untuk mengenakan pakaian itu. Ku melihat tubuhku sendiri, walau sedikit lebih besar, tapi sepertinya terlihat pantas untuk ku kenakan. Ya, ku memutuskan untuk mengenakan pakaian itu, tapi pastinya tanpa penutup kepala dan juga maskernya. Lalu ku segera berlari pergi.
“Sebentar lagi, sebentar lagi semuanya akan dimulai. Khaha....” Di sisi lain, cukup jauh dari tempat Jim, tempat yang belum diketahuinya, di sebuah tempat yang terdapat sebuah bangunan besar satu-satunya di jalur penghubung, terdengar suara serak tapi tegas dari Robert. Ia berdiri di sebuah puncak bangunan sambil memandang ke arah atas. Di sisi bawah bangunan terlihat Grengor berdiri tegap menatap ke puncak bangunan.
“Tuan, jika boleh tau, berapa lama proses ritual berlangsung?” tanya Grengor.
“Tidak terlalu lama. Saat kau telah melihat putaran melingkar yang berwarna hitam kelam, maka semua telah selesai. Dan saat itu akan ku berikan apapun yang kau inginkan.”
“Sebuah kehormatan bagiku.” Balas Grengor sambil tersenyum sinis. Raut mukanya yang licik menampakkan bahwa ia sedang menyembunyikan rencana tersendiri.
Tak jauh dari sana, bersembunyi sesosok yang tak mau menampakkan rupanya. Ia menyembunyikan diri di balik rimbunan pepohonan pada ketinggian sekitar empat hingga lima meter dari tanah. Kemudian ia mulai berkata, “Dasar! Makhluk-makhluk bodoh.”
“Sial. Ke mana aku harus pergi?” lagi-lagi ku bertanya sendiri entah pada siapa. Ku sudah berlari cukup lama, dengan mengenakan pakaian yang dikenakan oleh ShadowZ sebelumnya, tapi penutup kepala atau pun maskernya tak kukenakan, karena ku pikir itu terlalu berlebihan. Pakaian cukup bagus, cukup elastis dan memudahkanku untuk bergerak. Di tangan kananku, ku masih menggenggam sebuah batu kristal yang ia berikan.
Kalau ku pikir-pikir sekarang, sepertinya sialan juga ShadowZ itu, ia menyerahkan tugasnya padaku, tapi tak mempersenjatai diriku dengan apapun, hanya sebuah bola kristal ini.
Ketika ku masih berpikir dan memandang sekitar, tiba-tiba aku melihat beberapa sosok kerdil yang pernah ku lihat sebelumnya. Sial. Goblin, terdapat enam goblin di depanku. Bagaimana ku harus melawan mereka, ku tak memegang senjata apapun. Waktu dulu, ketika ku melawan para goblin, ku masih memegang jarum raksasa milik seorang pembunuh. Tapi sekarang? Ku putuskan untuk berlari ke samping menghindari kerumunan mereka. Ku berlari secepat yang ku bisa. Kecepatanku yang sekarang cukup cepat, aku yakin bisa menghindari mereka. Tunggu, bahkan dengan makhluk-makhluk kerdil seperti ini, aku hanya bisa berlari, karena tak memegang senjata apapun. Sial. Apalagi jika aku harus melawan Grengor dan Robert. Bodohnya aku, aku tak memikirkan ini sebelumnya. Sekarang apa yang harus ku lakukan? Kemudian aku berhenti berlari dan berbalik ke arah mereka, mencoba melawan mereka dengan tangan kosong. Tapi ketika melihat senjata-senjata yang mereka bawa, kembali muncul rasa ragu dan takut. Sial, ku berbalik lagi dan berlari kembali. Sepertinya tak mungkin ku melawan mereka dengan tangan kosong.
Ku terus berlari tak menentu, berlari dan hanya bisa berlari. Hingga pada akhirnya ku mendadak menghentikan lajuku. Ku menatap lurus ke depan, ku dapat melihat makhluk kerdil lainnya, ada tiga di depanku. Ku menoleh ke belakang, goblin-goblin di belakang mulai terlihat mendekat. Kemudian ku berlari lagi ke samping. Dan... Sial, ada empat goblin di sana. Ku mencoba berlari ke sisi lain. Ku berlari dengan kencang tapi tak sampai beberapa langkah, ku melihat ada sembilan goblin lain. “Oh, sial!” ku berbicara pada diriku sendiri dan menatap ke sekeliling. Benat-benar sial. Ku terperangkap. Para goblin berada di sekelilingku, sedangkan ku sekarang tak membawa senjata apapun, hanya menggenggam sebuah bola kristal, dan aku tak tau apa fungsinya. Inilah kebodohan terbesarku, setelah mendapat dukungan dari sahabat dan juga keluargaku, dengan bodohnya ku memutuskan untuk kembali ke sini dan menyelesaikan semuanya, tapi tak melakukan persiapan apapun sebelumnya. Bodohnya aku.
Goblin-goblin itu mengepungku, mereka mulai mendekat hendak menyerangku. “Matilah....” Ku memejamkan mataku dan menggenggamkan tangan kiriku yang terdapat bola kristal dengan keras. “Inikah akhirnya? Bodohnya diriku.” Ku berbicara sendiri, tak peduli goblin itu mendengarkannya atau tidak. “Andai saja ada sebuah keajaiban.”
Goblin-goblin itu terasa olehku seperti mulai melakukan serangan, walau aku tak melihat mereka. “Akhir?” ku terus berbicara sendiri, dengan tetap memejamkan mataku. Tiba-tiba ku merasakan sesuatu yang aneh pada tangan kiriku. Mataku yang terpejam merasa silau, seperti ada suatu cahaya. Perlahan ku mencoba membuka mataku. Tapi.... Blaaarrrr..... tiba-tiba saja terjadi sesuatu seperti ledakan kecil yang menghempaskan para goblin, menjauhkan mereka dariku, dan aku pun ikut sedikit terlompat, kemudian terjatuh ke atas tanah yang kupijaki sebelumnya. Apa yang terjadi? Ledakan itu sepertinya berasal dariku. Ku berusaha untuk segera bangkit, tapi tangan kiriku merasa sangat berat, seperti memegang sesuatu yang sangat berat, padahal sebelumnya aku hanya memegang bola kristal itu. Apa? Ku menoleh ke kiri untuk melihat tangan kiriku, ternyata ku baru sadar, rupanya tangan kiriku sudah memegang gagang dari sebuah pedang yang sangat besar. Bahkan bisa dibilang pedang ini lebih besar dari tubuhku. Panjangnya sekitar 1,8 meter dengan lebar sekitar 0,4 meter dan panjang gagangnya sekitar 0,3 meter. Dan pada bagian antara gagang dengan bilah pedang yang tajam terdapat sebuah kristal berwarna biru gelap yang berkilau. Tunggu.... jangan-jangan pedang ini.... Uh, tanpa pikir panjang lagi, ku berusaha untuk bangkit. Tapi pedang ini terlalu berat. Sial. Ku melihat sekeliling. Terlihat para goblin masih terkapar di sana-sini. Ku harus bergegas pergi. Tanpa buang-buang waktu lagi, ku berjalan dengan menyeret pedang itu. Terlalu berat. Ku menyeretnya menggunakan kedua tanganku. Jika dilihat-lihat, pedang ini bagus dan menarik. Pedang ini sepertinya tajam di satu sisi, jika dilihat dari bentuknya yang melengkung di satu sisi. Pada bilah pedangnya yang lebar, ku dapat melihat ukiran-ukiran yang menarik, walau ku tak mengerti maksudnya.
Jadi, inilah yang sebenarnya ShadowZ berikan padaku, sebuah Great Sword. Ya boleh saja pedang ini memiliki kekuatan dahsyat yang menakjubkan. Tapi.... ini berat sekali, mungkin ini lebih dari 30 kg. Uh, tapi kenapa ShadowZ tak pernah menggunakannya yah? Entahlah, ku terus menyeret pedang ini dan terus melangkah entah kemana. Sesekali ku mencoba mengayunkan pedang, mencoba untuk membiasakannya. Benar juga. Kemudian ku berhenti dan melihat ke sekeliling. Memastikan ku berada di tempat yang cukup aman. Lalu ku mencoba untuk berlatih mengayunkan pedang ini. Ya, sekarang aku harus berlatih sendiri, dengan pedang ini tentunya.
Pedang ini sungguh luar biasa, baru beberapa menit ku berlatih dengan pedang ini, tapi sudah banyak sekali pohon-pohon yang roboh di sekitarku. Jelas saja, sekali ku menebaskan pedang, terdapat beberapa pohon yang roboh. Sepertinya pedang ini mengeluarkan percikan penghancur. Kekuatan yang sangat menakjubkan –dan mungkin juga mengerikan–.
Di jalur penghubung yang gelap, suasana semakin tampak kelam dan menakutkan. Satu-satunya cahaya di jalur penghubung, yaitu Senkou, mulai tampak hendak menyembunyikan wujudnya. Dalam suasana yang mengerikan itu, terasa aura kegelapan yang menakutkan bergerak dan berkumpul ke satu titik, menambah kengerian dalam jalur penghubung antara gerbang menuju dunia manusia dengan gerbang menuju dunia liteirin.
“Apa ini?” Ku terkejut ketika merasakan sesuatu yang aneh yang membuat tubuhku merinding. Seperti terdapat angin kegelapan yang menusuk tubuh. Uh, perasaan ini... aku belum pernah merasakan hal seperti ini. Entah mengapa tiba-tiba ku merasa takut yang tak jelas. Ku memandang ke langit. “Senkou....” tiba-tiba aku melihat Senkou telah memudar. “Jangan-jangan..... Sial. Ritual telah dimulai.” Sesaat setelah ku berbicara sendiri, ku bergegas lari entah ke mana. Great sword di tangan kiriku memang masih terasa berat bagiku. Tapi ini lebih baik. Ku telah bisa membawanya dengan cukup baik, tidak menyeret seperti sebelum. Kini ku membawanya dengan tangan kiriku dengan menopangkannya di atas pundak kiriku. Aku terus berlari entah ke mana. Tapi sepertinya sekarang aku tau harus ke mana. Ku melihat ke atas seperti ada awan-awan gelap yang tipis mengarah ke satu titik. Mungkin awan-awan itu akan membawaku ke tempat ritual. Walau sebenarnya ku tak begitu yakin. Tapi setidaknya ku telah mencoba. “Uh, pedang ini sungguh berat, andai saja pedang ini bisa kembali menjadi sebuah bola kristal.” Ku berbicara sendiri untuk sedikit menenangkan diri. Tapi tiba-tiba pedangku benar-benar kembali menjadi sebuah bola kristal. “Apa?” jelas saja aku kaget, tiba-tiba saja aku kembali menggenggam sebuah bola kistal. Tapi baguslah, ini mempermudah gerakanku.
Awan-awan gelap di atas sana terlihat semakin banyak dan sepertinya telah mendekati pusatnya. Di tengah kelelahan lariku, tiba-tiba ku melihat terdapat delapan goblin menghadang di depanku. Ku mendadak berhenti. Sial. Bagaimana ini? Ku melihat ke tangan kiriku, kini pedang itu telah kembali ke wujud orb. Sial. Bagaimana merubahnya menjadi pedang kembali? “Ku mohon kembalilah menjadi pedang.” Ku berharap dengan suara pelan, tapi ku benar-benar memegang sebuah pedang kembali. Bagus. Tanpa pikir panjang ku menebaskan pedangku ke arah para goblin yang mulai menyerang, membuat sebuah ledakan yang melemparkan para goblin yang menghadang. Ku dapat melihat makhluk-makhluk itu berterbangan bagaikan debu. Pedang ini sungguh luar biasa, padahal aku hanya mengayunkannya saja tanpa melakukan sesuatu... kekuatan atau apalah yang lainnya. Tapi dengan begitu saja ku mampu menghasilkan ledakan dahsyat.
Ku hendak berlari kembali, tetapi ku berpikir.... benar juga, saat ku menginginkan benda ini menjadi sebuah bola kristal, benda ini benar-benar kembali menjadi bentuk asalnya, dan ketika ku membutuhkannya, benda ini menjadi pedang. Baiklah, ku memejamkan mata dan mencoba berpikir untuk membuat pedang ini kembali ke bentuk asalnya. Ku merasa tanganku kembali ringan, ku membuka mata dan melihat aku hanya menggenggam sebuah bola kristal. Kemudian ku mencoba berpikir untuk membutuhkan sesuatu untuk melindungi diri, tiba-tiba kristal dari benda ini berpendar, menghasilkan suatu cahaya yang menyilaukan mata, dan dengan segera berubah menjadi sebuah pedang. Bagus, jadi inilah benda yang sebenarnya ShadowZ berikan padaku. Aku tak tau benda apa ini, tapi benda ini sungguh membantu. Dengan bergegas ku mengembalikan wujud pedang ini ke bentuk semula dan berlari pergi.
Senkou mulai terlihat semakin memudar, awan-awan gelap pun mulai menyelimuti seluruh tempat ini. Rasanya tubuhku merinding. Mengerikan. Aku harus bergegas. Sekarang.... dengan menggunakan benda yang diberikan ShadowZ ini, aku yakin bisa menyelesaikan semuanya. Aku hanya perlu merubahnya menjadi pedang dan sedikit mengayunkannya untuk menghempaskan semua goblin yang menghalangi jalanku. Bahkan ku tak perlu berhenti berlari untuk melakukannya. Sekarang semua terasa lebih mudah.
Setelah sekian lama berlari, ku berhenti sejenak untuk mengambil nafas. Fuh, cukup melelahkan. Aku harus beristirahat sejenak, tetapi ketika memandang ke langit, sepertinya tak ada waktu lagi. Baiklah, aku hanya perlu mengambil nafas, mempersiapkan tubuhku dahulu, agar benar-benar siap untuk pertarungan –yang bisa dibilang besar– nanti.
Tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang aneh di depan sana, seperti ada aura kegelapan di balik pepohonan di depan sana. Ku melangkah perlahan, mengintip apa yang ada di depan sana. “Grengor, Robert.....” Ya, ku dapat melihat sesosok Grengor yang berada di kaki sebuah bangunan. Mungkin ini yang dikatakan ShadowZ seperti sebuah bangunan besar bertumpuk. Tapi.... entahlah, bangunan apa itu, aku sendiri belum pernah melihatnya. Bangunan itu berbentuk balok yang tertumpuk-tumpuk, setiap tumpukan balok memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan bawahnya, dengan ketinggian rata-rata dari setiap tumpukan sekitar setengah meter. Hingga pada puncak bangunan, balok itu memiliki luas permukaan sekitar 2x2 meter. Di puncak bangunan itu, yang memiliki ketinggian sekitar 14 meter, ku melihat seseorang yang dulu dipanggil ‘Tuan’ oleh Grengor, benar, itu Robert. Di atasnya ada sesuatu yang gelap pekat berbentuk melingkar yang berputar-putar. Mungkin terlihat seperti ‘black hole’.
Ku mengambil nafas lagi, berusaha untuk memberanikan diri. Kemudian ku memastikan kembali posisi Grengor yang membelakangi posisiku. “Ya, dengan benda ini...” Dengan segera ku memegang sebuah great sword dan langsung menebaskannya dengan kuat ke depan, menciptakan sebuah kilatan penghancur yang merobohkan pohon-pohon dan apapun yang ada di depannya dan melesat cepat ke arah Grengor berdiri. Grengor terkejut, ia segera berbalik dan menahan kilatan penghancur yang dihasilkan pedang ini dengan tangan kirinya. Sial. Kuat sekali dia. Sebelum ia menyadari keberadaanku, aku sudah berlari ke samping menuju rimbunan pepohonan yang lain.
“Ada apa?” Robert yang menyadari sesuatu yang aneh lekas bertanya.
“En.. entahlah..... seperti ada yang menyerang.”
“Bodoh! Aku tak ingin ada yang menghalangi langkahku.”
“Ba.. baik.” Grengor menjawab dengan ragu-ragu. Kemudian dengan suara pelan ia kembali berkata, “Jangan-jangan..... ShadowZ. Sial.”
Aku yang berada di balik pepohonan mengintip ke depan, memperhatikan situasi di sana, dan mencoba mencari kesempatan yang bagus untuk menyerang. Tapi tiba-tiba.... “Sial.” Ku segera melompat keluar dari persembunyian di balik pepohonan dan berguling ke depan. Kemudian ku berbalik dan mendudukkan tubuhku dengan di topang lutut kakiku. “Sial. Bastrik.” Ku melihat sesosok Bastrik yang telah menghantamkan pukulannya ke atas tanah di tempat di mana aku tadi bersembunyi, dan sekarang tempat itu hanya menjadi seonggok lubang besar.
“Oh, rupanya kau, bocah.” Ku berbalik kembali memandang ke arah Grengor. “Kemana ShadowZ? Dan pakaian itu...?” kemudian ia menatap ke arah Bastrik yang berada di belakangku dan sepertinya ia menyadari sesuatu, “Owh... begitu rupanya. Baguslah, masalah terbesar telah disingkirkan. Sekarang hanya bocah manusia ini.” Kata Grengor dengan entengnya. Sial. Ini tak imbang. Tiga lawan satu. Yang benar saja. “Bastrik, hancurkan sampah yang terakhir.” Grengor mengucapkan sebuah perintah dan kembali berbalik ke arah bangunan besar itu. Sepertinya dia tak menganggapku sebagai masalah yang serius. Tapi, mungkin benar.
Bastrik kembali bergerak. Segera ku berbalik memandang Bastrik. Ia mulai datang mendekat. Hanya karena langkahnya, tubuhku sudah bergemetar. Ku berusaha untuk memberanikan diri, bersiap memasang kuda-kuda untuk menyerang. Setelah mendapat titik yang bagus, segera ku menebaskan pedangku dengan kuat ke depan dan kilatan penghancurnya langsung menghantam Bastrik dengan keras, hingga membuatnya terpelanting jauh ke belakang. Wow... hebat, pikirku. Segera ku berlari menuju ke arah Bastrik terpelanting. Sesaat aku melirik ke belakang, melihat Grengor seperti tampak begitu terkejutnya, tapi kemudian sosokku telah hilang dari pandangannya di balik pepohonan.
Ku mencari-cari ke mana tempat Bastrik terkapar. Sesaat ku berpikir untuk membereskannya dulu agar tak menyulitkan. Tapi segera ku teringat dengan perkataan ShadowZ bahwa Bastrik itu makhluk hidup, ia tak bisa dikalahkan, satu-satunya cara adalah dengan mengembalikannya menjadi sebuah orb kembali dengan membunuh pemiliknya. Tunggu.... tapi ShadowZ tak mengatakan satu-satunya cara. “Ehm...” Ku berpikir sejenak. Kemudian aku melihat sosok Bastrik yang hendak bangkit dengan bersusah payah. Ah, benar juga, ShadowZ juga pernah mengatakan bahwa mungkin dengan meledakkannya. Mungkin ia memang tak begitu yakin, tapi tak ada salahnya mencoba. Dengan pedang ini pasti bisa menghasilkan ledakan besar.
Bastrik kini kembali berdiri dengan tegap. Kemudian aku melihat ia melebarkan jarak kedua kakinya dengan sedikit membungkuk. Dan kedua tangannya direntangkan dengan telapak seperti mencengkeram. Wajahnya yang tak berperasaan itu kini terlihat lebih menakutkan. Tiba-tiba ku merasa tempat ini mulai bergetar, seperti gempa bumi kecil. Apa? Apakah karena ritual? Tapi tiba-tiba aku tau penyebabnya ketika melihat gumpalan-gumpalan tanah dan bongkahan-bongkahan batu di sekitar Bastrik mulai terangkat dari atas tanah. Apa lagi ini? Tapi tanpa pikir panjang ku segera berlari ke samping dan mencoba menjauh. Bagaimanapun juga. Karena gumpalan-gumpalan tanah dan bongkahan-bongkahan batu di sekitar Bastrik tadi telah terbang melesat ke arahku. Uh, terlalu banyak, tak terhindar lagi. Sial. Beberapa gumpalan tanah dan bongkahan batu tepat menghantamku. Ku terpelanting hingga akhirnya terkapar di atas tanah. Tak ada harapan. Tubuhku tak berdaya. Ku dapat merasakan sekujur tubuh terluka dan mengeluarkan darah. Ku juga dapat merasakan getaran langkah kaki Bastrik yang mendekat ke arahku. Ku memandang ke atas, menatap Bastrik yang telah tepat berada di depanku. Tak berdaya.....
Bastrik mulai mengepalkan tangan kanannya. Inikah akhirnya? Apakah aku akan berakhir di sini? Tubuhku mulai melemas. Ku memejamkan mata, seperti telah putus asa. Tidak. Ini belum berakhir. Aku tak boleh menyerah begitu saja. Aku tak boleh menyia-nyiakan kepercayaan semua orang. Setidaknya ku harus berusaha, walau nantinya aku pun mati. Tapi setidaknya ku telah mencoba. Dan itu lebih baik.
Ku mulai memaksa tubuhku untuk bangkit untuk mendudukkan diri. Kemudian ku menyeret tubuhku ini mundur ke belakang, dengan rasa begitu susah payahnya, ditambah dengan berat pedang ini. Benar juga. Aku masih memegang pedangku. Kemudian melihat pukulan Bastrik melesat ke bawah menuju arahku. Lekas saja ku mencoba membentengi pukulannya dengan pedangku, ku menopang berat pedang itu dengan kedua tanganku. Tangan kiriku masih menggenggam gagangnya dan tangan kananku menopang salah satu sisi bilahnya. Dan mataku terpejam, mengalihkan pandanganku entah ke arah mana. Tiba-tiba ku teringat perkataan ShadowZ yang menyatakan bahwa jika terkena pukulan Bastrik dapat dipastikan tulangku takkan utuh. Aku mulai ragu, apa pedang ini bisa menahan pukulannya. Tidak aku harus tetap percaya. Kekuatan pedang ini sungguh menakjubkan. Pasti bisa. Ya.. tapi.... walau pedang ini bisa menahan serangannya.... tapi apa yang akan kulakukan selanjutnya. Tubuhku sudah tak memungkinkan untuk melawannya. Uh, sial, bagaimana ini? Tapi.... tapi kenapa pukulan Bastrik tak kunjung datang? Ada apa...?
0 comments:
Post a Comment
Pembaca yang baik akan selalu meninggalkan jejak... ^_^