Sunday, 22 January 2012 - , 0 comments

SENTUHAN MALAM part VIII – Tak Kembali



Sang mentari telah keluar dari peraduannya, untuk menyapa dunia yang kian membingungkan. Pagi ini rasanya sejuk sekali, aku mampu merasakannya. Tak dingin dan tak juga panas, tapi hawanya sungguh nyaman. Ah, aku hanya mencoba merasakan kenyamanan dunia sesaat. Tapi waktu tak memungkinkanku untuk merasakannya lebih lama lagi. Aku yang berada di depan pintu rumah segera berlalu pergi menuju sekolah. Ini sudah cukup siang bagiku. Pagi ini aku bangun terlalu siang. Ya, tentu saja gara-gara mimpi itu lagi, mimpi yang nyata.


Di tengah perjalanan aku membuka kembali tasku. Memastikan pagi ini aku tak salah memasukkan buku pelajaranku. Buku-buku pelajaran hari Jum’at, sepertinya sudah benar. Kemudian aku terus melangkah menuju sekolahku. Tapi di dalam pikiranku terus berkecamuk pikiran-pikiran yang entah penting atau tidak.
Bahkan, ketika telah sampai di depan gerbang sekolah, pikiranku masih tak bisa tenang. Ku melangkah memasuki sekolah sambil terus memikirkannya. ShadowZ sudah tak ada dan menyerahkan tugasnya padaku, yang benar saja. Aku terlibat begitu saja, dalam sesuatu yang bahkan tak ku mengerti. Uh, apakah ini bencana bagiku. Aku datang begitu saja ke tempat itu dan terlibat ini dan itu, hingga tugas ShadowZ yang berat untuk melindungi dunia diserahkan padaku. Begitu saja. Aku masih tak mengerti, itu seperti hanya mimpi, tapi kata ShadowZ itu nyata, dan jika Robert telah berhasil menyelesaikan ritualnya. Dunia akan di kuasainya. Tapi, tapi aku masih ragu akan hal itu. Apa sebenarnya yang terjadi?
Bel sekolah berbunyi. Dengan pikiran yang masih bimbang, ku memasuki gedung sekolah dan lekas menaiki tangga menuju kelasku yang berada di lantai dua. Guru masih belum datang, ku meletakkan tasku ke bangkuku di dalam kelas dan kembali menuju keluar kelas. Ku duduk-duduk di atas pinggiran tembok atau bisa dikatakan pagar penghalang agar tak terjatuh ke bawah. Tapi tingginya hanya sekitar satu meter, jadi aku dengan mudah duduk di atasnya. Ku memandang ke bawah, memandangi suasana sekolah di bawah sana. Sebenarnya aku mencoba melupakan kejadian aneh itu, tapi tetap saja terpikirkan olehku. Aku dibebankan tugas ShadowZ? Yang benar saja. Harus berhadapan dengan Grengor dan Robert, juga Bastrik? Jelas aku kalah dari mereka. Mereka hebat dan berpengalaman dalam bertarung, sedangkan aku? Lagi pula satu lawan tiga. Tidak empat. Aku melupakan prajurit Grengor yang satunya. Oh, tidak juga, masih ditambah dengan para goblin. Mana mungkin aku mengalahkan mereka semua. Lagi pula aku tak harus melakukannya. Mungkin akan ada anggota Gunryou lain yang datang setelah mengetahui kematian ShadowZ. Tapi Shadowz pernah berkata hanya ia yang mampu menuju ke sana, juga mungkin cahaya mulai redup dan ritual itu bisa saja segera dimulai. Entahlah.....
“Ada apa denganmu, Jim? Sepertinya kau ada masalah.” tiba-tiba Radith, teman sekelasku keluar dari kelas menuju ke arahku sambil bertanya. Radith merupakan teman baikku di sekolah, ya.. walau ia terkadang sedikit usil di kelas.
“Bukan apa-apa. Hanya masalah pribadi, masalah kecil.” Ku mencoba menyembunyikan masalahku yang sesungguhnya, aku tak perlu mengatakannya. Jelas dia tak akan percaya.
“Bukan karena masalah dengan perempuan, kan?”
“Haha.... Tentu saja bukan. Mana mungkin....”
“Hey kalian berdua. Sudah mengerjakan tugas biologi?” tiba-tiba Elly, teman perempuan sekelas kami, terlihat di pintu kelas dan langsung bertanya.
“Hah... apa? Oh ya aku lupa.” Radith yang berada di depanku segera menjawab dan bertanya padaku. ”Bagaimana denganmu, Jim? Kau sudah mengerjakannya?”
“Sama saja.”
“Uh, dasar.” Elly hanya berkata seperti itu dan kembali masuk ke dalam kelas.
“Bagaimana? Kita akan mengerjakannya sekarang?” tanya Radith.
“Biologi setelah istirahat bukan?”
“Ya sih.”
“Sekarang aku lagi gak mood. Nanti aja dah.”
“Yah, kalau begitu aku nanti saja. Yang pasti aku melihat jawabanmu.” Dengan seenaknya Radith mengatakan hal seperti itu. “Eh, tadi kau ingin mengatakan apa?”
“Ah, apa?” jawabku sedikit ragu. “Entahlah, aku sudah lupa.”
Tiba-tiba kami melihat guru kimia kami menaiki tangga menuju lantai dua.
“Sekarang waktunya kimia, bukan?” tanya Radith.
“Ya.” Jawabku. Kemudian kami berdua bergegas memasuki kelas.
*****

Hari telah sore. Sang mentari terlihat akan kembali ke peraduannya. Aku dapat melihatnya dari jendela kamarku. Berbaring menatap keluar jendela. Sejak kejadian aneh ini, pikiranku selalu kacau. Aku tak bisa berpikir dengan tenang. Apa sebaiknya aku harus melupakannya. Lagipula itu bukanlah kewajibanku untuk menghentikan rencana jahat mereka berdua. Aku hanya pelajar biasa, kewajibanku hanyalah belajar seperti pelajar pada umumnya. Tapi sekalipun ku melupakannya, nanti malam aku juga akan kembali ke tempat itu. Ah, sial. Tak bisakah aku benar-benar melupakan kejadian ini dan mimpi aneh itu tak kembali lagi ke dalam hidupku.
“Jim, kau tak tidur, kan?” tiba-tiba terdengar ibuku memanggilku.
“Ya. Aku sedang mengerjakan tugas sekolah.” Jawabku dengan sedikit berbohong. Kemudian beranjak keluar hendak menuju ruang depan dimana suara ibuku terdengar.
“Kau ada masalah di sekolah?” tanyanya ketika melihatku keluar dari pintu kamar.
“Bukan masalah serius. Ya cuma karena tugas yang sedikit menumpuk.” Jawabku dengan sedikit berbohong lagi. Sebenarnya ku tak berbohong juga, karena memang tugas-tugasku masih banyak yang belum ku kerjakan. “Aku lapar, aku mau cari cemilan di luar.” Kataku ketika telah berada di ruang depan. Sebenarnya ku hanya berbohong untuk menghindari percakapan yang lebih panjang lagi. Kemudian ku berlalu menuju pintu rumah dan keluar.
Setelah berada di halaman rumah, tiba-tiba aku berpikiran lain. Kemudian aku berbalik dan kembali membuka pintu rumahku.
“Ada apa?” tanya ibuku ketika ku telah memasuki rumah.
“Aku lupa membawa uang.” Kalau yang ini aku tak berbohong, karena ku benar-benar tak membawa uang. “Dan sekarang aku sudah malas keluar lagi.” Lanjutku. Kemudian ku duduk di lantai ruang depan itu, sedikit jauh dari ibuku. Ya, ruang depan rumah memang tak ada kursi. Hanya beralaskan karpet di atas lantai.
“Kau benar-benar tak apa-apa, kan, Jim?” tanya ibuku seperti meragukan jawabanku sebelumnya.
“Aku sungguh tak apa-apa.”
“Syukurlah kalau benar-benar baik-baik saja.”
“Ehm... aku boleh bertanya sesuatu, kan?”
“Tentu saja. Ada apa?”
“Bukankah setiap yang bernyawa pasti akan mati?”
“Tentu. Ada yang salah?”
“Bagaimana pendapatmu, bu, jika aku lebih dahulu meninggalkan dunia ini daripada kalian berdua, maksudku lebih dahulu dari engkau dan juga Ferdi?”
Ibuku hanya terdiam, tak menjawab pertanyaanku. Tak lama kemudian Ferdi menghampiri kami berdua. Ia baru saja bangun dari tidurnya, hari ini ia memang terlihat lelah.
“Ada apa, kak? Sepertinya aku mendengar ada yang menyebut namaku.” Tanya Ferdi.
“Bukan apa-apa kok.” Jawab ibuku. “Sebaiknya kau mandi dulu.”
“Siap. Laksanakan!” Jawabnya berlagak seperti tentara, kemudian kembali masuk ke dalam.
Suasana hening untuk sesaat. Tanpa kami sadari hari telah gelap. Aku dan ibuku telah beranjak dari ruang depan beberapa saat yang lalu. Sekarang aku sedang mengutak-atik lemari di kamarku. Menyiapkan buku untuk esok Sabtu, mungkin saja aku lupa menyiapkan esok pagi. Ya, pastinya gara-gara mimpi itu lagi.
Hingga malam telah semakin menunjukkan kegelapannya. Aku kembali ke dalam kamarku. Setelah aku melakukan aktivitas malam seperti biasanya. Hanya saja tadi aku sempat keluar rumah, pergi menuju rumah temanku. Mencatat soal latihan yang dituliskan di papan tulis tadi pagi, karena tadi pagi aku masih malas untuk menulisnya. Aku berada di sana cukup lama, lebih dari satu jam, sebenarnya soalnya tak banyak, tapi tentu saja karena juga bercanda dengan temanku. Dan sekarang sudah jam 10.00 malam. Aku juga sudah mengerjakan soal tadi. Kini ku berbaring di atas tempat tidurku. Pikiran itu kembali. Tentu saja, ini sudah malam. Aku akan kembali ke tempat itu lagi. Tanpa ShadowZ tentunya. Dan juga aku harus menyelesaikan tugasnya. Yang benar saja. Apa aku harus kembali. Itu bukan kewajibanku. Aku tak ingin kembali. Tapi....
*****

Huam.... ku menguap... aku terbangun dari tidur. Pasti..... Eh, tapi.... tidak, ini sudah jam 04.40 pagi. Dan aku sekarang terbangun di atas tempat tidurku. Kenapa bukannya mimpi seperti biasanya. Tapi, pertama kali ku mimpi, aku juga terbangun di atas tempat tidurku. Berarti mimpiku kembali seperti awal. Kuputuskan untuk beranjak dari tempat tidurku dan mengecek situasi dalam rumah. Ternyata adikku masih berada di kamarnya. Dan di kamar mandi sepertinya ada ibuku. Setelah ibuku keluar dari kamar mandi, ku lekas berkata, “Ini nyata?”
“Apa maksudmu, Jim?” jawab ibuku dengan bingung.
“Oh, bukan apa-apa. Aku harus segera mandi.”
*****

Sekarang hari Sabtu, tapi mimpi aneh itu tak menghampiriku. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 07.00 pagi. Dan sekarang ku kembali ke sekolah. Seperti biasa, ketika guru belum datang, ku duduk-duduk di depan kelas menatap pemandangan sekolah di bawah sana, juga sekelilingnya. Ku memperhatikan pemandangan dengan terlihat seperti melamun.
Tiba-tiba seorang temanku mengejutkanku, hampir saja ku terjatuh. Lagi-lagi Radith menghampiriku.
“Hey... melamun aja.” Kata Radith.
“Hanya memperhatikan pemandangan, selagi masih pagi.”
“Eh, katanya hari ini pulang lebih awal loh...” tiba-tiba temanku yang lain, Epsa, menghampiri kami berdua. Epsa juga salah satu teman baikku, bahkan ia yang terbaik. Ia adalah siswa cerdas di sekolah. Dia adalah sahabat baikku, sekaligus sainganku di sekolah.
“Dengar-dengar sih, karena minggu depan katanya sudah ujian semester.” Sahut Radith.
“Bagaimana? Sudah pada siap, kan?” tanya Epsa.
“Ah.. Entahlah. Bagaimana denganmu, Jim.” Jawab Radith dan langsung bertanya padaku.
“Ya.. begitulah.” Jawabku dengan enteng.
“Wuoy.... kalian, dah pada selesai merangkum tugas kesenian yang diberikan minggu lalu.” Tiba-tiba Elly terlihat berada di pintu kelas. Dan lagi-lagi ia menanyakan tugas yang diberikan. Dia memang selalu terlihat yang paling bingung ketika terdapat tugas yang belum selesai.
Minggu lalu guru kesenian kami menyuruh kami mendengarkan sebuah penjelasan mengenai berbagai teknik dalam pembuatan berbagai macam bentuk seni rupa dan juga asal mulanya dari sebuah recorder yang dinyalakan dengan terhubung dengan sebuah speaker kelas.
“Eh, aku belum selesai merangkumnya.” Radith menjawab. “Kesenian jam pertama bukan? Bagaimana dengan kalian berdua?”  Ia bertanya ke arahku dan juga ke Epsa.
“Sepertinya aku sudah selesai.” Sahut Epsa.
“Ah, kalau begitu aku ambil bukumu dari tasmu yah....” Teriak Elly sambil berlari masuk.
“Eh, aku juga mau liat.” Radith juga berlari masuk mengejar Elly.
“Aku kurang sedikit kok.” Suara Elly terdengar oleh kami berdua dari luar sini.
“Lah, apa-apaan mereka. Lah bukunya ku bawa ke sini kok.” Kata Epsa sambil memperlihatkan buku tulisnya kepadaku. “Dan kau, Jim? Sudah selesai?”
“Sepertinya.”
“Epsa!!!!” teriak Elly dari dalam kelas. “Mana buku tulis kesenianmu???” Aku dan Epsa hanya bisa tertawa kecil mendengarnya.
“Eh, aku mau liat kerjaanmu dong.” Epsa berkata padaku. “Hanya memastikan aja.”
“Aku juga tak yakin. Aku tak terlalu mendengarkannya.”
“Tak apalah.” Kemudian kami berdua berjalan masuk. Elly dan Radith melangkah ke arah kami. Dan Epsa hanya memperlihatkan bukunya ke arah mereka berdua.
*****

Bel tanda berakhirnya jam sekolah telah berbunyi beberapa menit yang lalu. Ini masih pukul 10.00 pagi. Benar juga dengan berita dari anak-anak yang mengatakan hari ini sekolah akan berakhir lebih awal. Entah, teman-temanku itu selalu tau saja jika masalah seperti ini. Dan juga sekolah akan diliburkan selama seminggu. Mungkin untuk persiapan sebelum ujian.
Sekarang, terlihat gerombolan para pemuda memyusuri pinggiran jalan. Ya, itu aku dan keempat temanku, yaitu Epsa, Fandi, Kenda, dan Radith.
“Oh ya, Ken, katamu kau memiliki game baru.” Di tengah perjalanan Fandi berbicara.
“Eh, benar juga. Bagaimana kalau sekarang kita mampir ke rumahmu dulu, Ken?” Radith langsung menyahut pembicaraan.
“Boleh juga, lagipula sekarang masih pagi.” Jawab Kenda.
“Ah, kalau begitu aku pasti ikutan. Bagaimana dengan kalian berdua?” Fandi mengarahkan pertanyaannya pada aku dan Epsa.
“Aku juga ikutan deh. Bosan juga di rumah.” Segera ku menjawab.
“Hemh.... sepertinya aku akan pulang terlebih dahulu. Tapi nanti siang aku akan menyusul kalian.” Epsa pun menjawab. Ya, itu wajar, mungkin ia harus meminta izin ke kedua orangtuanya terlebih dahulu. Epsa merupakan anak yang disiplin. Walau ia anak tunggal, tapi ia sangat patuh dengan kedua orangtuanya. Aku tau, karena aku sering ke rumahnya. Aku pernah melihatnya berlatih memanah ketika ke rumahnya. Ya, dia anak orang kaya, rumahnya besar dan fasilitasnya lengkap, terdapat lapangan basket, lapangan memanah, juga kolam renang, dan berbagai fasilitas lainnya. Tapi dia baik hati dan tak pernah sombong. Bahkan kedua orangtuanya membiasakannya untuk hidup sederhana. Dan juga memberikan kebebasan untuk Epsa. Aku terkadang merasa ia adalah anak yang beruntung. Tapi aku juga beruntung karena memiliki teman seperti dia. Aku sering dibantu olehnya. Kami pun sering saling curhat antara yang satu dengan yang lain.
*****

Ketika di rumah Kenda kami berbaring sejenak di sofa di rumah Kenda, sementara Kenda masuk ke dalam, mempersiapkan sesuatu dan juga ganti pakaian. Kami sekarang hanya ingin menyegarkan tubuh sejenak. Tentu saja, selesai pelajaran kesenian tadi, sebelum pulang sekolah, kami menempuh pelajaran olahraga terlebih dahulu. Tadi kami berlari sejauh sekitar 4 km. Dan sepertinya tadi di nilai, sepertinya yang paling cepat yang memperoleh nilai tertinggi. Dan seperti biasa Epsa lah yang lebih unggul dari kami semua. Ya, dia hebat dalam olahraga, mungkin karena fasilitas di rumahnya yang mendukung. Tapi hari ini aku bisa mengimbangi kecepatan berlarinya. Aku berada pada posisi kedua, aku hanya tertinggal tak lebih dari 3 meter di belakangnya. Mungkinkah karena latihan bersama ShadowZ..... Ah, entahlah, aku tak ingin mengingat hal itu kembali. Sekarang sebaiknya aku mengistirahatkan diri sejenak.
*****

Aku tiba di rumah pukul 04.00 sore seperti pada hari sekolah biasa. Tapi sebenarnya siang tadi aku bermain ke rumah Kenda dengan teman yang lain. Dan sesuai janji, Epsa juga datang ke rumah Kenda pukul 12.30 siang tadi. Tapi aku tak mengatakannya pada ibuku. Aku hanya mengatakan jika senin depan telah ujian semester dan sekolah diliburkan selama seminggu.
Sekarang sudah pukul 08.00 malam, aku hanya berbaring di ruang depan sambil mengajari untuk menyelasaikan tugas adikku. Ibuku juga di sana. Sesekali kami juga bercanda bersama di saat aku mengajari adikku.
Hingga larut malam, ku terbaring di atas tempat tidurku, memikirkan apakah mimpi itu akan kembali lagi. Ah, sebaiknya lupakan saja hal seperti itu, anggap saja tak akan kembali dan tak pernah terjadi. Jika aku terus memikirkan hal itu, hanya akan memburukkan keadaan. Sebentar lagi juga ujian, sebaiknya aku tak usah memusingkan hal yang menyulitkanku.
*****

Pada Minggu pukul 07.00 pagi, ku berada di halaman kecil di depan rumahku. Aku hanya sedikit berolahraga untuk menyegarkan badan dan menenangkan pikiran. Juga mencoba melupakan kejadian aneh yang menimpaku baru-baru ini. Tapi kali ini sepertinya sudah terbebas.dari kejadian aneh semacam itu. Malam ini pun, mimpi aneh itu tak menghampiriku. Yah...  sepertinya aku bisa tenang untuk menghadapi ujian di semester ini. Ini lah yang lebih baik bagiku. Apalagi sekarang aku sudah kelas tiga SMA, jika sudah selesai pada semester ini, maka sebentar lagi aku harus bersiap menghadapi kelulusan. Yap, sekarang aku sudah untuk menghadapinya dengan tenang.
Selesai berolahraga, aku kembali memasuki rumah, membersihkan diri dan melakukan berbagai kegiatan di dalam rumah. Kemudian pada jam 09.00 aku pamitan pada ibuku untuk bermain ke rumah Radith, karena tak ada lagi yang bisa ku lakukan di dalam rumah.
Di sana aku melakukan ini dan itu, sama seperti pelajar pada umumnya. Bermain dengan teman-teman yang ada. Aku juga di ajak Radith menuju lapangan, bermain bersama dengan teman yang lain, kami bermain sepak bola dan juga bercanda. Ya, aku hanya pelajar biasa, seperti pelajar pada umumnya. Tak ada lagi hal aneh yang menggangguku.
*****

Seharian selama hari Minggu, aku melakukan berbagai aktivitas seperti pemuda pada umumnya. Pada Minggu malamnya atau bisa dikatakan malam senin, aku kembali tertidur dengan pulas. Di pagi harinya aku langsung terbangun, malam ini pun aku terbebas dari kejadian yang menggangguku selama ini. Rasa letih, memar dan juga sedikit luka di sekujur tubuhku mulai tak terasa. Aku dapat hidup kembali sebagai pemuda pada umumnya. Melupakan segala mimpi-mimpi aneh –yang katanya nyata– itu. Selama hari Senin pun, aku melakukan berbagai aktivitasku sebagai seorang pemuda yang biasa-biasa saja. Begitu pula di hari Selasa, Rabu dan juga Kamis. Tak ada kejadian aneh yang menimpaku. Kini aku benar-benar terbebas. Lega rasanya.
*****

Hari Jum’at pukul 04.30 pagi, aku terbangun dari tidurku. Kemudian aku langsung bergegas mandi. Ketika kembali memasuki kamar dan hendak mengambil pakaian dari dalam lemari, aku melihat sesuatu yang berkilau dari samping bawah lemari dekat dengan tempat tidurku. Rasa penasaran muncul di dalam benakku. Ku merunduk, kemudian menjulurkan tangan kananku dan hendak mengambilnya. Ku dapat meraih benda itu.
“Benda ini....” Ku berbicara sendiri ketika melihat benda itu. Ku meletakkan benda itu di atas tempat tidurku. Kemudian langsung mengambil pakaianku dan mengenakannya. Sekarang ku mengenakan hem hitam di seluruh bagiannya dengan beberapa benang putih sebagai motifnya dan juga dengan kancing-kancing berwarna silver. Serasi dengan celana hitamku yang juga terdapat benang-benang putih sebagai motifnya. Di tambah dengan beberapa motif berwarna biru gelap.
Kemudian ku mengambil benda itu lagi dan berlalu pergi keluar kamar. Ku teringat akan sesuatu. Ya, aku harus…..

0 comments:

Post a Comment

Pembaca yang baik akan selalu meninggalkan jejak... ^_^