Setelah rencanaku sukses untuk membuat Horky panik dan kebingungan. Aku lekas melompat dan mendaratkan tubuhku ke punggung Horky. Membuat Horky semakin resah. Tanpa membuang waktu, lekas ku menyarangkan jarum yang ku bawa ke sayap kiri Horky. Alhasil, kami berdua melesat jatuh ke bawah. Dan di tengah kejatuhan, ku hanya mampu merasakan ketakutan, dan berharap....
Nafas... Detak jantung... Aliran darah... semuanya tak menentu. Ku menatap ke arah bawah. Dan hanya terbesit sebuah ketakutan dalam diriku. Sebentar lagi....
+++++++++++++++++++++++++++
Aku dan Horky terus melesat ke bawah. Tubuhku pun terus merasa sesak dan ketakutan. Jantungku berdebar tak karuan. Aku hanya bisa mengempitkan tangan kananku ke leher Horky dengan erat, sementara ia terus berkelit untuk berusaha menjaga keseimbangan. Jantungku bagai telah berhenti ketika melihat permukaan tanah semakin dekat. Berakhir...??? Hanya itu yang dapat terpikirkan olehku. Namun... untuk sesaat ku teringat akan ShadowZ. Benar, masih ada ShadowZ. Mungkin dia akan menyelamatkanku. Ku mencari-cari keberadaannya. Itu dia, ku dapat melihatnya. Sepertinya tubuhnya terluka parah. Ini sudah tak memungkinkan. Ya, sudah tak mungkin lagi. Sebentar lagi ku akan membentur tanah. Dan... Berakhir...?
Hampir-hampir ku terbentur ke tanah. Tapi.... beruntungnya, di ketinggian hampir satu meter lebih, Horky berhasil menjaga keseimbangannya kembali. Dan ia kembali berkelit. Kemudian ia membantingku ke belakang. Ku terpelanting hingga menabrak pohon. Ah, ku memegangi kepalaku. Pusing sekali rasanya dan tubuhku terasa sakit. Tapi aku tak ingin berlama-lama merasakan sakit itu. Ku mulai memandang ke depan lagi. Dan sekarang ketika ku melihat ke arah Horky, aku melihat tubuhnya telah terpenggal oleh pedang ShadowZ yang ternyata telah melompat ke udara ketika aku terpelanting. Hebat, refleksnya sungguh cepat.. Bagus, satu musuh terselesaikan. Kemudian ku berlari menuju ShadowZ yang mendarat ke tanah dan tubuh Horky yang terjatuh ke tanah menjadi dua bagian. Ketika ku telah mendekat, ku sadar, ternyata disaat ShadowZ mendekati Horky untuk memenggalnya, Horky juga menusukkan jarumnya ke perut ShadowZ. ShadowZ pun jatuh terduduk di kedua lututnya dan wajahnya pucat. Kemudian ku melangkah dan berjongkok di depannya.
“Kau tak apa?” Ku bertanya walau ku tau sebenarnya rasanya pasti sakit. Kemudian ku mencoba mencabut jarum itu dari tubuhnya.
“Jangan.” Katanya. “Itu malah membuat darahku bertetesan keluar. Kita cari tempat aman dulu.” Aku mengerti yang ia maksudkan. Segera ku berdiri dengan diikuti ShadowZ dan berusaha menuntunnya. Kemudian ia menyarungkan pedangnya kembali. Tetapi entah mengapa, tiba-tiba ia menghempaskanku ke arah samping hingga ku terloncat dan terjatuh.
“Apa yang kau...” Belum selesai ku bertanya tiba-tiba segumpalan tanah besar menghantam tubuh ShadowZ. Kemudian aku melihat arah datangnya gumpalan itu dan melihat Bastrik di sana. Sial, bodohnya aku. Aku melupakan Bastrik. Masih ada dia di sana. Ku berlari menghampiri ShadowZ yang terhimpit oleh gumpalan tanah dan pohon besar. Ku berusaha menyingkirkannya. Dan ShadowZ mendorong gumpalan itu menjauh dari tubuhnya.
“Maaf.” Ku melihat darah melumuri bibir dan seluruh tubuhnya. Kemudian aku mengangkat lengan kanannya dan berusaha menuntunnya berjalan menjauh dari situ. Ku sedikit menoleh ke belakang. Melihat Bastrik berjalan mendekat. Ku mempercepat langkah, tapi ku dapat melihat ShadowZ menahan rasa sakitnya. Sebenarnya aku tak tega, tapi jika tidak, Bastrik akan dapat menyusul kami. Sesekali aku merasakan sedikit guncangan, sepertinya guncangan itu ditimbulkan oleh Bastrik. Ini kondisi yang tak menguntungkan. Sekarang Bastrik terlihat seakan-akan berjalan lebih cepat dari biasanya. Ku menuntun ShadowZ menyusuri pepohonan dan kami berjalan berbelok-belok arah tak pasti. Mungkin saja Bastrik akan kehilangan jejak kami.
“Kau tak apa bukan ShadowZ? Maaf.” Aku sedikit bertanya, tapi ia tak menjawab. Aku tau, kondisinya tak memungkinkannya untuk menjawab sekarang. Aku menoleh kembali ke belakang. Sepertinya sosok Bastrik sudah tak terlihat. Tapi kami masih berjalan berkelok-kelok untuk memastikan telah jauh dari Bastrik. Kemudian ku melihat semak-semak. Ku menghampirinya dan membaringkan ShadowZ di balik semak-semak. Lalu berdiri, mengitari sekitar, melihat sekeliling, dan memastikan tempat itu aman. Kemudian ku kembali ke tempat ShadowZ terbaring. Tapi aku bingung harus melakukan apa, aku bukanlah dokter dan tak pandai dalam mengobati. Kemudian ku duduk di sebelahnya dan mencoba mencabut jarum yang tertancap di perutnya.
“Uhk... biarkan saja, percuma... su.. sudah terlambat.” Kata ShadowZ tiba-tiba.
“Apa maksudmu?”
“Aku sudah pernah berkata bukan bahwa setiap yang bernyawa pasti mati. Begitu pula aku.”
“Tidak! Mana mungkin! Bagaimana denganku nanti?”
“Uhuk.... ambillah ini.” ShadowZ berkata dengan terbatuk-batuk mengeluarkan darah. Ia memberikanku sesuatu seperti batu aneh berbentuk bola. Pada bagian tengah seperti terdapat sebuah kristal berwarna biru gelap, tapi terlihat sedikit berkilau, walau redup. Kristal itu dikelilingi seperti sebuah batu tipis di sekitarnya dengan ukiran tertentu. Dan terdapat dua sisi yang menonjol, membentuk tonjolan runcing yang berbelok berlawanan arah antara sisi yang lain.
“Apa ini?” tanyaku.
“Simpan saja itu baik-baik. Aku yakin kau dapat menggunakannya suatu saat nanti. Uhuk, uhuk.... pergilah. Selesaikan tugasku. Tak ada gunanya tetap di sini.”
“Selesaikan tugasmu katamu?! Yang benar saja. Mana mungkin aku melawan mereka. Bahkan ada dirimu pun aku masih tak bisa membantu. Aku ini tak bisa apa-apa. Aku tak bisa melawan Grengor dan juga Robert.”
“Tapi aku yakin padamu. Aku dapat melihat sesuatu ya.. uhk... yang hebat... dari matamu.” Suara ShadowZ semakin melemas.
“Hanya karena aku bisa ke tempat ini tanpa melalui gerbang dimensi?” ku berbicara padanya dengan sedikit membentak. Ku tau itu tak sopan, apalagi dengan kondisinya yang seperti itu. “Itu tak berarti apapun.” Lanjutku.
“Lebih dari itu. Ehuk, uhuk.... uhk.” ShadowZ terdengar seperti memaksa untuk berbicara. “Dan satu hal lagi, kau sadar bukan? Di tempat ini selalu gelap. Karena tak ada siang ataupun malam di sini. Hanya ada satu cahaya di atas sana. Kami menyebutnya Senkou. Perhatikan cahayanya. Ritual akan di mulai jika cahayanya mulai redup. Di saat cahayanya redup, maka proses ritual dapat berlangsung. Dan cahayanya akan menghilang sama sekali, jika ritual berhasil dilakukan sebelum cahayanya kembali terang, dan saat itu Robert akan mendapatkan apa yang ia inginkan. Ku serahkan semuanya pada.... mu. Gagalkanlah rencananya.”
“Apa tak ada anggota Gunryou lain? Mungkin mereka bisa membantu dan juga mengobati luka-lukamu.” Ku tau kondisinya tak baik, tapi ku tetap mencoba untuk bertanya.
“Di tempat ini hanya aku. Uhk. Aku sudah pernah bilang bukan, bahwa jumlah anggota Gunryou berkurang drastis. Uhk. Dan yang paling berpengalaman saat ini adalah aku. Lagi pula, saat ini, diantara anggota Gunryou, hanya aku yang mampu masuk ke sini. Aku di tugaskan ke sini untuk menggagalkan rencana Robert dan Grengor dengan mempertaruhkan kehormatan kelompok Gunryou. Jadi.... Uhk. Aku berharap kau akan menyelesaikannya.”
“Bahkan anggota Gunryou yang lain tak ada yang dapat membantumu. Apa lagi aku yang lebih tak terlatih dari mereka. Bukan berarti jika aku bisa masuk ke sini, aku lebih hebat dari mereka. Bahkan aku tak bisa melakukan apapun.”
“Tapi aku sangat mempercayaimu. Aku yakin kau bisa.” Suaranya semakin melemah. “Simpan saja benda itu. Pikirkanlah baik-baik lebih du....lu... Kau memiliki pilihan.... Jika kau berubah pikiran..... dan sudah siap.... kau akan tau.” suaranya terputus. “A.. ku ya..kin...” Kemudian suaranya terputus sama sekali. Ia menghembuskan nafas terakhirnya. Aku meneteskan air mata entah untuk apa. Kemudian aku menyandarkan kepalaku ke tubuhnya. Air mata membanjiri pipiku dan menetes ke tubuhnya. Ku menggenggam benda yang ia berikan, lalu memasukkan ke dalam saku celanaku. Apa yang akan ku lakukan sekarang? Aku sendiri tak tau apa yang terpikirkan sekarang olehku. Kepalaku tersandar ke tubuhnya yang terbaring. Aku merasa lelah setelah pertarungan panjang ini...
------------------------------
Setelah ku terbangun, aku tahu aku tadi tertidur dan sekarang aku pasti telah kembali ke dunia nyata. Benar saja, sekarang ku terlungkup di atas tempat tidurku. Tapi ku tak segera bangun. Aku masih dapat merasakan air mata yang telah mengering di pipiku. Ku berbalik, menatap jam yang terpasang di dinding. Jam 05.45 pagi. Ku terkejut dan langsung beranjak dari tempat tidurku dengan berbagai pikiran yang masih berkecamuk. Kejadian itu benar-benar nyata? Bagaimana ku menghadapi semua ini, tanpa ShadowZ? Apa aku bisa? Apakah aku harus melakukannya? Ah, entahlah.... semua ini membuatku bingung. Sebaiknya ku lupakan saja dulu. Aku sudah kesiangan. Aku langsung bergegas meninggalkan kamar. Tak ada waktu lagi, aku segera bersiap-siap untuk berangkat menuju sekolah.
Mantab sob... hadir kembali dblog anda... hadir membawa perdamaian... maaf baru hadir... :)
ReplyDeletewah postingan yang menarik...
ReplyDeleteoya gan kalo boleh saya mau tukeran link..ini link saya
http://blog.umy.ac.id/ghea
kalo sudah terpasang kabarin yh gan..makasih.. :D
absen malam sob.. :D
ReplyDeleteya makasih all...
ReplyDeletemaaf, baru bisa balas... maklum dah musim sekolah... palagi belum2 udah mayan banyak tugas... (malah curhat)
oh, iya utk Black Angel Syndicate : saya sedot postingannya yah... utk dipost-kan ke blog saya.... terimakasih....