Sebelumnya terjadi pertarungan sengit antara ShadowZ dan Horky. Kemudian aku melihat sesosok Bastrik kian mendekat. Tanpa pikir panjang ku berlari mendekatinya. Entah apa yang terpikirkan olehku, aku hanya tak ingin Bastrik mengganggu pertarungan ShadowZ. Tapi....
+++++++++++++++++++++++++++
Tapi.... sekarang ternyata aku telah terbangun dari mimpi nyata itu. Entah apa penyebabnya. Padahal biasanya jika aku tertidur atau pingsan, yah yang pasti ketika aku tak sadarkan diri aku baru akan berpindah dimensi. Tapi kali ini? Padahal aku tadi baru saja hendak berlari mendekati Bastrik. Ah entahlah.....
Jadi... Apa sebenarnya itu memang hanya sebuah mimpi? Aku semakin ragu. Yah, yang pasti sekarang aku melihat jam masih menunjukkan pukul 04.00 pagi. Aku pun telah mempersiapkan pelajaran untuk hari kamis ini. Aku kembali berbaring dan mengingat-ingat kejadian yang barusan terjadi. Mungkinkah jika aku tertidur kembali kali ini aku akan kembali ke tempat itu?
“Jim, sepertinya kau sudah bangun. Lekaslah kemari, bantu ibu sebentar.” Tiba-tiba ibuku memanggil. Ternyata ibuku telah bangun.
Aku lekas datang menghampiri ibuku di dapur dan ternyata kran kamar mandi di rumah rusak. Ya, mau tak mau aku harus memperbaikinya.
*****
Kini, ku kembali duduk di bangku sekolahku. Duduk dengan tenang terlihat seperti melamun. Di kelas sekarang sedang sepi, karena ini waktu istirahat. Tapi aku masih berada dalam kelas, duduk memikirkan kejadian malam ini. Bagaimana aku bisa terbangun dari mimpi nyata itu? Padahal ketika itu aku masih berlari. Dan bagaimana pula dengan kondisi ShadowZ? Apakah Bastrik telah melihat keberadaan ShadowZ dan membantu Horky melawan ShadowZ? Jika sampai seperti itu... ini bahaya bagi ShadowZ. Dari udara, serangan Horky terus berdatangan. Dan dari bawah, Bastrik siap menanti. Gawat. Apa yang ku lakukan sekarang. Apakah di sana tiba-tiba saja aku menghilang? Ah, ini makin membingungkanku.
Bel masuk berbunyi. Tapi aku tak menghiraukannya, aku masih memikirkan kejadian aneh itu. Tapi.... apa peduliku? Benar juga. Bahkan aku masih ragu apakah hal itu benar nyata apa adanya, atau hanya mimpi biasa. Aku terjebak ke sana begitu saja. Dan di dunia nyata ini tak telihat akan adanya tanda-tanda terjadinya bahaya. Benar juga, aku harus mencoba melupakannya. Pikiran seperti ini malah akan mengganggu pelajaranku saja. Bahkan, itu juga membahayakan diriku.
*****
Malam kembali menyelimuti hari. Walau ku mencoba melupakannya, masih ada rasa penasaran akan kejadian itu. Saat telah cukup larut, ku memandangi tempat tidurku. Apa nanti aku akan kembali lagi? Jika ya, bagaimana akan kondisi di sana? Apa ShadowZ baik-baik saja?
Ah, aku tak mau terlalu memikirkannya. Aku berlalu menuju lemari di sebelah tempat tidurku. Menyusun buku-buku ke dalam tas sekolah untuk pelajaran besok Jum’at. Kemudian aku bergegas berbaring di tempat tidurku sambil membawa sebuah buku. Ku membacanya sambil berbaring, kemudian duduk dan yah... berganti-ganti posisi. Aku sendiri tak mengerti apa yang kulakukan. Ku melakukannya dengan bingung sendiri sampai ku mengantuk dan tertidur.
------------------------------
Ketika telah sadar ternyata aku kembali ke tempat aneh ini. Tapi kali ini berbeda, lebih aneh. Aku tersadar dalam posisi berdiri. Kemudian aku memandang sekeliling. Ternyata semua masih sama seperti terakhir kali ku –bisa dikatakan– bermimpi. Ini sungguh aneh dan membingungkanku.
Tapi, ketika aku melihat sesosok bertubuh besar, aku sadar, aku hendak berlari ke sana, mengalihkan perhatiannya dari ShadowZ. Di tengah kebingunganku ini, aku memutuskan sebaiknya ku jalani saja kehidupanku ini. Ketika di tempat aneh ini, ku lalui saja untuk menghadapi makhluk-makhluk aneh ini. Dan ketika ku sudah berada di dunia nyata, ku jalani saja sebagai pelajar biasa yang menjalani hidupnya yang biasa. Ya, aku akan hidup di dua dunia yang jelas berbeda.
Tanpa pikir panjang lagi, aku meneruskan lariku untuk menghampiri Bastrik. Aku sendiri masih tak tau apa yang kulakukan. Setidaknya, sebelumnya aku hanya berpikir ia tak melihat pertarungan ShadowZ, sehingga ia tidak ikut campur dan tidak lebih menyulitkan ShadowZ. Ketika makhluk itu melihat kedatanganku, ia berhenti bergerak. Kini aku dapat melihat ia bersama dua belas goblin. Sial, semakin banyak saja. Kemudian aku berhenti sejenak di depan mereka, lalu kembali berlari memutari mereka ke arah kiri. Aku melihat mereka hanya memandangiku. Aku melihat ke bawah dan mengambil sebuah batu dari bawah dan melemparkannya tepat ke arah Bastrik. Ia mulai bergerak mengejarku. Begitu pula para goblin, mereka bergerak mendahuluinya.
Aku berlari di antara pepohonan. Tiba-tiba aku melihat sesosok goblin melompat-lompat di pohon-pohon kecil di kananku, kemudian melompat ke arahku dengan mencoba menyayatkan belatinya. Ku berbalik ke arahnya dan dengan segera merunduk ke bawah. Serangan goblin itu meleset dan ia terjungkal ke tanah. Sebelum ia kembali bangkit, aku telah menusukkan jarum besar yang kubawa ke tubuhnya. Kemudian aku langsung mencabut dari tubuh makhluk itu dan segera melompat ke arah kiri, karena dari belakang ada seekor goblin lagi yang mencoba menyerang dengan sebatang kayu. Lalu ia memukulkan kembali kayunya berkali-kali ke arahku dan aku pun terus melompat ke belakang, menghindarinya. Kemudian aku menahan pukulannya dengan jarum yang ku bawa dan menendang tepat di perutnya. Makhluk itu terhentak mundur, dengan segera ku kembali menusukkan jarum ke tubuh goblin yang satu ini. Dan langsung mencabutnya ketika ku melihat dua goblin berlari ke arahku.
Ku kembali berlari, tapi ku mencoba berlari memutar, mencari keberadaan Bastrik berada. Dan ketika dua goblin itu sudah sangat dekat denganku, ku memutuskan untuk menghadapi mereka. Salah satunya memegang gada dan yang lainnya tangan kosong. Akan mudah sepertinya, pikirku. Salah satu dari mereka yang membawa gada mencoba menyerangku, aku menghindarinya dan mencoba menusukkan jarum yang ku bawa. Tapi ia menangkisnya. Kemudian ia mencoba menyerang kembali dan aku mengelaknya. Tiba-tiba goblin itu merunduk dan aku melihat goblin lain melompat di atasnya dan menyarangkan pukulannya ke pipi kiriku, aku pun terhentak ke belakang. Tapi aku langsung menghantam goblin yang masih melayang di udara dengan tangan kananku, ia terpelanting ke samping dan aku segera melompat ke belakang ketika goblin yang satunya mulai memukulkan kembali gadanya, tapi mengenai tanah yang kosong. Dengan segera ku menyeruduknya dengan bahu kananku. Ia terhentak mundur dan aku lekas menusukkan jarum yang ku bawa. Dengan segera pula aku mencabutnya, karena pukulan goblin yang lain telah menanti. Ku menghindari pukulannya dan mengayunkan jarum yang ku bawa ke arahnya, ia melompat mundur, dan aku berkali-kali mengayunkan jarum itu, sehingga goblin itu terus bergerak mundur. Hingga ia tepat berada di depan sebatang pohon, goblin itu melompat tinggi ke belakang ke sisi batang pohon yang tegak dan memantulkan dirinya dengan tumpuan kakinya, kemudian menghempaskan tendangannya ke pipi kiriku lagi dan aku terpelanting ke samping. Tapi ku segera bangkit dan kembali mencoba menusukkan jarum ke arah goblin itu. Tapi goblin itu menggenggam pinggiran jarum itu, sehingga seranganku terhenti. Dan dengan segera ku menendang perutnya membuat ia terhentak ke belakang dan genggamannya pun terlepas, dalam kesempatan itu ku meneruskan tusukan yang sempat terhenti. Jarum itu tepat menusuk perutnya.
Fuh... ku terduduk sejenak dengan tumpuan kedua lututku, melihat sekeliling dan menghela nafas sejenak, sepertinya tak ada goblin lainnya. Ku mencabut jarum itu dan kembali berdiri. Ketika hendak pergi berlalu, aku tertarik melihat sabuk para goblin itu. Padahal pakaian para goblin tak karuan, celananya pun hanya berupa celana pendek yang kusut dan juga sedikit robek. Tapi sabuk terlihat bagus dan menarik. Entah untuk apa sabuk itu, aneh. Aku mencoba melepaskannya, dan ternyata sabuk ini elastis. Menakjubkan. Bagaimana membuat sabuk semacam ini? Kenapa para goblin mengenakan sabuk semacam ini? Kemudian aku terpikir sesuatu, aku menaruh jarum yang kupegang, lalu menggulung dan mengikatkan sabuk itu ke tangan kananku. Dan mengambil kembali jarum itu dengan tangan kiriku. Lalu menuju goblin lain yang berhasil ku bunuh sebelumnya. Ku mengambil sabuk-sabuk mereka dan mengikatkannya ke tanganku.
Aku kembali berlari mencari Bastrik. Kemudian muncul tiga goblin yang menghadang. Goblin yang memegang belati dengan segera datang menyerangku. Ku menahan serangannya dengan tangan kananku yang telah terbelit sabuk-sabuk para goblin, kemudian segera menusuk goblin itu dengan jarum yang ku pegang dengan tangan kananku.
Dua goblin lain yang tak membawa senjata datang menyerangku. Ku melompat mundur, kemudian maju kembali menghantamkan tangan kanan yang penuh belitan sabuk ke salah satu goblin yang menyerang hingga terkapar dan menusukkan jarum yang ku pegang dengan tangan kiriku ke goblin yang lain. Kemudian jarum itu ku tusukkan ke goblin yang terkapar, memastikan dia telah mati dan tak menghalangiku lagi. Aku tak punya pikihan lain. Aku harus menghabisi para goblin itu, atau akulah yang akan tamat. Setelah itu, aku kembali mengambil sabuk mereka.
Ku kembali berlari, lalu melihat sesosok bertubuh besar, itu dia, Bastrik. Bersama dengan dua goblin di depannya. Hanya dua? Padahal aku belum membunuh sampai sepuluh goblin. Mungkin hanya enam, atau tujuh, entahlah aku tak menghitung pastinya. Tapi sepertinya sisanya sudah pergi entah ke mana. Kemudian aku menunjukkan diri kepada mereka. Dan tiba-tiba Bastrik menghujamkan kedua tangannya ke dalam tanah, kemudian mengangkat tangannya kembali ke arah atas kepalanya disertai dengan segumpalan tanah besar di atas tangannya.
“O,o... sial.” Kataku. Sepertinya aku tau apa yang akan dia lakukan. Dengan segera ku berlari ke samping kiri menjauhinya. Dan dugaanku benar, dia melemparkan gumpalan tanah itu ke arahku. Terlalu besar. Sial. Aku segera melompat ke samping. Kaki kiriku sedikit mengenai gumpalan itu. Uh, ku melihat gumpalan itu mengenai banyak pepohonan di sana dan meratakannnya. Bahaya, jika ku terkena telak serangan seperti itu, dapat di pastikan ku tak akan selamat.
Ku kembali berlari mengitarinya, bermaksud kembali menuju pertarungan antara ShadowZ dan Horky. Tapi dengan segera dua goblin tadi menyusulku. Ku berbalik. Mereka masih berlari melesat ke arahku. Mereka berdua memegang belati. Salah satu dari mereka menyerangku dengan belatinya, tapi ku tahan dengan tangan kananku yang terbelit sabuk. Kemudian ku mengayunkan jarum di tangan kiriku ke arahnya. Dia berhasil menghindarinya. Lalu ku menendangnya dengan kaki kananku, mengenai tepat di perutnya hingga ia terhentak jauh ke belakang. Goblin lain menyerang, ku melompat mundur. Kemudian melompat maju kembali menghantamkan pukulan tangan kananku ke wajahnya hingga terperosok ke bawah. Sekilas ku melihat Bastrik mulai mendekat. Dengan cepat ku menancapkan jarum ke tubuh goblin yang terjatuh dan mencabutnya kembali, lalu menggunakannya untuk menahan serangan belati dari goblin yang terhentak mundur sebelumnya. Jarum yang ku bawa beradu dengan belati yang di bawa goblin itu. Kemudian goblin itu mencoba menendang kakiku. Tapi ku memegang kaki kirinya yang mencoba menendang dan menariknya dengan keras, hingga ia terjatuh ke tanah dan tanpa pikir panjang ku menancapkan jarum ke tubuhnya. Ku segera mengambil sabuk mereka dan kini membelitkannya ke tangan kiriku, karena tangan kananku telah penuh dengan belitan sabuk. Aku melihat keberadaan sosok bertubuh besar di pepohonan yang gelap di sana. Jarak kami masih cukup jauh, dengan segera ku berlari lagi.
Setelah beberapa lama berlari. Kini aku dapat melihat dua sosok yang pernah ku lihat sebelumnya. Aku mengintip di balik pohon besar. Ya, itu mereka, ShadowZ dan Horky. Aku melihat mereka berdua terengah-engah sejenak. Sepertinya pertarungan mereka berdua baru saja berhenti sebentar. Kedua pihak sepertinya mengambil nafas sejenak. Di kondisi seperti ini, aku dapat melihat tubuh ShadowZ yang penuh dengan luka tusukan. Sepertinya Horky memiliki kemampuan untuk mengeluarkan banyak jarum dalam sesaat entah dari mana. Sedangkan di tubuh Horky, aku melihat cukup banyak luka goresan dan irisan, juga bekas luka seperti hantaman.
Kemudian aku melihat sekeliling. Bagus, aku dapat melihat banyak pohon kecil berukuran satu hingga dua meter yang bercabang. Juga banyak ranting dan patahan batang pohon, juga batu. Segera ku mendatangi beberapa pohon kecil. Lalu merunduk sebentar dan menaruh jarum yang ku bawa. Kemudian ku mengambil sebuah sabuk yang terbelit di tanganku. Lalu ku mengikat kedua sisi sabuk di masing-masing percabangan pohon, membuatnya seperti ketapel. Kemudian merenggangkan bagian tengah sabuk dengan tangan kananku hingga pada batas elastisitasnya. Dengan tangan kiriku, ku mengambil sebatang ranting yang cukup tebal dan kuat yang berada di dekatku. Ku sedikit menggali tanah dengan ranting itu pada bagian bawah tengah sabuk yang telah direnggangkan, dengan sedikit ke depan. Kemudian menarik kembali bagian tengah sabuk ke bawah hingga menyentuh tanah yang telah digali itu. Ku meletakkkan ranting sebentar dan mengambil batu yang ku kira cukup besar. Menaruh batu itu pada salah satu sisi bagian tengah sabuk itu dengan tetap sisi lain sabuk menyentuh tanah. Kemudian ku mengambil kembali ranting itu, menancapkannya ke tanah di depan batu yang telah berada pada bagian tengah sabuk yang direnggangkan tadi. Ku menggunakan ranting untuk menahan agar sabuk tak kembali ke ukuran semula, seperti sebelum direnggangkan agar tak membuat batu terpental ke udara. Ku merasa ranting itu tak cukup kuat untuk menahannya, sehingga ku mengambil ranting yang cukup besar lainnya untuk menahannya. Dan sekarang sepertinya sudah cukup kuat. Kemudian aku memastikan kembali bahwa ketinggian pohon kecil ini dapat membuat batu ini terpental ke udara dengan cukup tinggi dan juga mengarah ke pertarungan ShadowZ dan Horky ketika sabuk kembali melonggar.
Sebenarnya aku sendiri ragu dengan apa yang kulakakukan. Aku tak benar-benar yakin ini akan berhasil. Tapi setidaknya aku telah mencoba. Tapi ini bukan suatu percobaan. Jika aku gagal, tamatlah riwayatku.
Aku mendengar seperti terjadi pertarungan lagi dan dengan segera aku dapat melihat pertarungan kembali berlangsung. Dengan bergegas ku mencari lagi pohon kecil di sekitar. Dan melakukan hal yang sama seperti sebelumnya.
Kini sudah ada delapan pohon kecil yang terikat sabuk seperti ketapel di sekelilling pertarungan antara ShadowZ dan Horky. Tersisa satu sabuk lagi yang terbelit. Berarti aku sudah melawan sembilan goblin. Ku melihat kembali ketapel-ketapel yang ku buat. Bagus, semua batu itu akan mengarah ke udara menuju pertarungan mereka berdua. Sepertinya ini akan berhasil seperti yang ku duga, mungkin... aku tak terlalu yakin.
Ku hendak membuat satu ketapel lagi dengan sabuk yang tersisa. Tapi ku telah melihat sosok makhluk bertubuh besar. Tak ada waktu lagi, ia sudah mendekat. Ku mengambil jarum yang ku letakkan sebelumnya. Kemudian berlari menuju pohon yang besar dan juga tinggi. Ketika berlari ku sempatkan mengambil batu-batu kecil dan menaruhnya ke saku celana.
Ku melihat pertarungan terhenti kembali. Sepertinya mereka berdua telah lelah. Ku melihat Horky menjaga jarak di ketinggian sekitar 10 meter dan di jarak cukup jauh dari ShadowZ. Kemudian ku melihat pohon yang berada di depanku. Tingginya lebih tinggi dari posisi Horky berada sekarang. Dengan segera ku memanjatnya. Dan jarum ini cukup membantu untuk memanjat.
“Kau tak akan dapat mengalahkanku jika terus terbang ketakutan seperti itu.” aku mendengar ShadowZ berbicara.
“Diam saja kau. Sudah ku bilang aku akan mengalahkanmu kali ini. Itu pasti.”
“Apa kau mau kabur lagi seperti pengecut seperti biasanya.”
“Aku bukan pengecut, jangan samakan aku seperti Grengor yang terus bersembunyi di balik Bastrik. Akan ku pastikan kali ini aku akan membunuhmu.”
“Tapi sekarang Grengor sudah berani melepaskan Bastrik.”
“Itu mungkin karena sekarang dia bersembunyi di balik manusia itu. Jangankan samakan aku dengannya. Aku bukan pengecut. Aku bertarung sendiri, karena aku adalah pembunuh kelas elit. Dengan membunuhmu, namaku akan lebih menggema di Eltern. Semuanya akan berterima kasih padaku.”
“Kau kira hanya aku anggota Gunryou itu.”
“Tapi untuk saat ini, kau lah yang paling berpengaruh.”
“Menurutku kau sama pengecutnya. Bahkan kau mau menjadi anak buah Grengor.”
“Jangan kira aku mau. Hanya saja aku ini pembunuh bayaran. Asalkan penawaran bagus akan kulakukan. Apalagi target kali ini adalah kau. Ini bisa jadi dua keuntungan sekaligus.”
Sekarang ku sudah berada di salah satu cabang pohon dengan ketinggian sekitar 12-13 meter. Ku melihat ke bawah. Ternyata tinggi juga. Ku mencoba menghilangkan rasa keraguan itu. Setidaknya sekarang aku berada di posisi yang lebih tinggi dari Horky. Dan Horky sepertinya tak menyadari keberadaanku. Ku melihat ke bawah lagi. Ku melihat Bastrik berhenti sejenak di posisi sekitar 5 meter di depan pohon yang ku panjat, ia melihat ke sekeliling. Segera ku mengambil batu kecil dari saku celanaku dan melemparkannya ke arah Bastrik. Tapi meleset, batu itu mengenai tanah kosong di depannya. Tapi sepertinya ia sadar ada keberadaan seseorang. Kemudian aku mengeluarkan seluruh batu kecil dari saku dan meletakkanya di sebelah kananku. Ku melempari Bastrik dengan batu-batu kecil beberapa kali. Ada yang mengenainya. Tapi sepertinya tak terasa olehnya. Ia melihat ke sekeliling, ke kanan, kemudian ke kiri. Dan kemudian ke atas. Akhirnya ia menyadari keberadaanku. Dengan wajah hampanya itu ia menghentakkan kakinya. Membuat guncangan kecil. Dari atas pohon sini aku dapat merasakannya. Namun, rupanya tak ada batu melayang seperti yang ku harapkan. Gagal? Apakah gagal? Entahlah, mungkin hanya kurang keras. Tapi sepertinya ShadowZ juga merasakan guncangannya. Ia mengawasi ke sekeliling.
“Ada apa sekarang? Sekarang kau yang takut?” kata Horky dengan entengnya. Dengan posisi terbang seperti itu ia tak merasakan guncangan yang terjadi. Ini keuntungangan bagiku.
Tiba-tiba aku melihat Bastrik menghujamkan kedua tangannya ke dalam tanah. Lagi-lagi. Kemudian ia mengangkat tangannya ke arah atas kepalanya. Ya, lagi-lagi ia memegang segumpalan tanah besar di atasnya. Kemudian ia melemparkannya ke atas menuju arahku. Ku berlari menyingkir dan melompat ke arah percabangan pohon yang lain. Aku menjaga keseimbangan agar tak terjatuh. Gumpalan tadi mematahkan cabang pohon yang ku pijaki sebelumnya dan terus melesat ke udara. Horky dan ShadowZ melihat gumpalan itu. Horky yang berada di udara terlihat panik. Ia melihat ke sekeliling. Aku bersembunyi ke balik pohon agar tak terlihat olehnya. Kemudian perlahan ku bergerak di atas cabang pohon, mencari cabang yang terdekat menuju Horky. Tiba-tiba aku merasakan guncangan keras. ShadowZ juga terlihat terguncang. Begitu pula aku, ku mencoba menjaga keseimbangan dan menancapkan jarum yang ku bawa ke pohon agar tak terjatuh. Sepertinya gumpalan tadi telah terjatuh keras ke atas tanah. Sesaat setelah guncangan, ku melihat batu-batu kecil berterbangan di udara. Batu-batu itu hanya berterbangan tak terlalu tinggi. Mungkin yang paling tinggi hanya sekitar 6 meter. Tapi setidaknya itu membuat Horky terlihat semakin panik. ShadowZ pun terlihat bingung. Tapi Horky terlihat yang paling resah. Ia membalik-balikkan tubuhnya melihat ke sekeliling. Kemudian ia melihat batu-batu kecil yang berterbangan di bawahnya, memperhatikan dari mana asalnya. Ini kesempatanku, apa lagi ku melihat Bastrik telah melemparkan kembali gumpalan tanah besar ke arahku. Ku mencabut jarum itu dan melompat ke udara ke arah Horky. Sementara Horky mencari asal pelemparan batu di bawah sana, ku mendaratkan tubuhku ke punggungnya dan mengempit lehernya agar ku tak terjatuh. Ia terkejut dengan kedatangan tamu tak di undang ini, disusul dengan gumpalan tanah besar di atasnya.
Horky berkelit, berusaha membanting diriku dari tubuhnya. Segera saja ku menyarangkan jarum di tangan kiriku ke sayap kirinya. Horky berteriak. Ku menutup telinga kiriku dengan tangan kiriku, tapi ku tak bisa menutup telinga kananku atau aku akan terjatuh. Ku menahan rasa sakit dari teriakan Horky. Horky berusaha menjaga keseimbangan.
“Terima kasih atas jarummu. Bahkan ukuran jarum ini sebesar pedang.” Aku berkata setelah Horky berhenti menjerit. “Jarum ini telah banyak membantuku. Sekali lagi terima kasih. Sekarang ku kembalikan padamu....” Ku terdiam sejenak. “....beserta bunganya.”
“Sialan kau bocah. Sepertinya aku telah salah memperhitungkanmu.”
“Dan dugaanmu pun salah.” Aku pun menjawab singkat, karena pada akhirnya kami terjatuh berguling ke bawah. Aku dapat merasakan sebuah ketakutan untuk sesaat. Dengan masih mencengkeram leher Horky, kami berdua jatuh ke bawah dengan cepat, dengan posisi tak beraturan, karena Horky terus berkelit, berusaha menjaga keseimbangannya. Tapi aku? Aku hanya bisa pasrah mencengkeram leher Horky. Aku dapat merasakan hembusan angin yang menusuk dada. Seakan nafas ini telah sirna. Detak jantung ini bagaikan merenggut nyawa. Aliran darahku pun terasa memanas bagai membakar jiwa. Pikiranku pun tak menentu arah. Apakah aku akan selamat? Terjatuh dari ketinggian seperti ini? ataukah aku akan mati di sini? Pikiran berkecamuk tak terhenti. Seakan-akan detik demi detik bergerak sangat lamban mengantarkan kejatuhan ini. Tapi bukankah di tempat ini waktu tak memandang bulu, tak tau kapan sedetik, semenit, sejam, apalagi sehari, seperti yang dikatakan ShadowZ, ku tak perlu memikirkan waktu di sini. Tapi kali ini... kondisinya berbeda, waktu bagai bergerak sangat, sangat lambat.
Nafasku... Detak jantungku... Aliran darahku... semuanya tak menentu. Ku menatap ke arah bawah. Hanya terbesit sebuah ketakutan. Sebentar lagi....
0 comments:
Post a Comment
Pembaca yang baik akan selalu meninggalkan jejak... ^_^