Aku menekan dengan keras sebuah bolpoin di atas tumpukan kertas dan
membuat goresan-goresan tak bermakna. Bahkan sebagian goresan telah merusak dan
merobek kertas. Rasa sebal dan amarah tidak hanya berhenti sampai di situ, aku
meremas-remas kertas-kertas dalam buku diary berwarna pink yang semenjak tadi
tercoret oleh tangan liarku, membuat beberapa memori keseharian yang tertulis
di sana berserakan di atas meja. Ingin rasanya bagiku untuk berteriak dengan
sangat keras di dalam bilik kamar ini. Kenapa? Kenapa? Dan kenapa? Harus
terlambat?
Aku membaca beberapa kalimat yang tertuang di salah satu sobekan kertas.
Aku ingat dengan jelas apa saja curhatan yang tertuang pada lembaran tersebut,
rangkaian kalimat yang tertulis olehku untuk menggambarkan bagaimana kuatnya
cintaku pada laki-laki tersebut. Aku melihat sobekan kertas yang lain. Potongan
kalimat yang mengingatkanku pada kisah kekecewaanku pada orang tua yang tidak
mengizinkan untuk berpacaran. Potongan yang lain mengingatkan padaku bagaimana
kisah cintaku padanya tanpa peduli dengan seruan ataupun nasihat orang tua.
Diary itulah yang merekam jejak kisah cintaku padanya. Sekaligus sebagai
saksi atas kedurhakaanku pada orang tua karena mengedepankan perasaan yang
terlanjur amat mencintainya. Dan kini…. Diary itu aku robek-robek untuk
mengungkapkan perasaan amarah dan benciku pada lelaki yang dahulu sangat amat
aku cintai. Penyesalan, dia datang terlambat. Dan aku hanya bisa berkata
kenapa? Kenapa penyesalan itu selalu datang terlambat? Kenapa dahulu tidak
mendengarkan nasihat orang tuaku? Kenapa aku bisa begitu mencintainya secara
buta? Kenapa bisa-bisanya gadis polos berjilbab sepertiku dengan bodohnya tidak
menyadari bahwa ia tidak lebih dari ingin mencicipi moleknya tubuhku? Dan
kenapa…?
Air mata membanjiri seluruh wajahku. Aku tersedu sendiri di balik kamar
ini. Nasihat-nasihat orangtuaku secara bergantian menyerbu benakku. Aku
mengingat kembali bagaimana orangtuaku mendidikku dengan nilai-nilai agama
dengan baik. Aku tahu dengan baik bahwa pacaran dalam Islam itu dilarang, hanya
mengandung mudharat tanpa manfaat. Bahkan jikalaupun ada manfaatnya, itu tidak
lain hanyalah manfaat kecil yang dibuat-buat seakan benar-benar berdampak besar
bagi kehidupan. Dan begitu pula yang aku lakukan. Aku mengetahuinya, namun
dengan alasan sebagai pengisi hati untuk membuat hari-hariku tersenyum, akupun
terjerumus dalam dunia pacaran. Dan dengan begitu yakinnya, dahulu aku merasa bahwa
aku yang telah dibekali dengan nilai agama yang cukup, mampu menjaga diri dari
batasan-batasan berpacaran. Dengan membekali diri dengan motto “Pacaran Secara
Sehat”, aku sangat yakin bahwa pacaran yang aku lakukan akan berdampak positif
bagiku.
Tetapi, semua itu salah. Penyesalan itu kini datang di saat yang telah
terlambat. Benar-benar malu aku sekarang, terutama pada-NYA. Seharusnya aku
tahu, bahwa pacaran itu berdosa dan merupakan awal dari zina. Namun, dengan
berdalih ini dan itu, aku mencoba memungkiri kenyataan itu, aku menghalalkan
sesuatu yang jelas-jelas haram. Hingga pada akhirnya… semua terlambat.
Penyesalan itu baru datang di keesokan harinya setelah aku merayakan
sebuah malam perayaan zina dan sesat bersama lelaki bejat tersebut. Malam tanggal
14 Februari kemarin, lelaki itu mengajakku untuk merayakan hari Valentine nan
hina tersebut, dia mengatakan hanya akan mengajakku makan makanan manis di
sebuah toko kue ternama. Dan aku dengan bodohnya menerima tawaran itu. Kemudian
di malam harinya, aku memang sudah sempat curiga, kami tidak menuju ke toko
kue, tetapi ke sebuah kafe. Dia hanya berdalih bahwa kafe tersebut terkenal
memiliki beberapa kue yang terkenal enak, makanya ia memilih untuk mencoba ke
kafe tersebut. Memang benar, kafe tersebut memiliki beberapa kue manis. Tetapi aku
tidak menyangka bahwa minuman yang mengiringi makanan manis tersebut merupakan
minuman memabukkan. Aku tidak tahu apa nama minuman tersebut, tetapi yang pasti
aku dibuat tidak berdaya oleh minuman tersebut. Dan malam itupun menjadi malam
paling menghinakan dalam hidupku.
Kini, hidupku terasa sia-sia dan hampa. Apa yang harus aku katakan pada
kedua orangtuaku? Apa jadinya mereka jika mengetahui anaknya yang mereka pikir
lugu ini ternyata sudah ternodai. Berakhir sudah semuanya. Kau datang terlambat,
wahai penyesalan. Dan kini aku sudah tidak memiliki pandangan masa depan. Berakhir
sudah.
Wew, sudah tidak memiliki pandangan masa depan, berakhir sudah? Wahai gadis berjilbab, itu hanyalah cobaan duniawi yang menjerumuskan. Jika kamu menyerah menghadapinya, Iblis akan tertawa.
ReplyDeletehehe, iya mas. :)
DeleteMemang penyesalan selalu datang di akhir kalau datang di awal bukan penyesalan namanya tapi pendaftaran :D
ReplyDeletehaha, benar banget, mbak. ^.^
DeleteGara-gara cokelat...
ReplyDeletepara gadis terpikat, akhirnya obral aurat, padahal cokelat
banyak dijual di Alfamart & Indomart.
Apa karena sudah terlampau miskin sangat.
Hingga hanya untuk
sebatang cokelat, rela diajak bermesum disembarang tempat.
Dasar bejat....!!!
Gara-gara boneka....
para gadis terikat cinta.
Akhirnya hati terpesona, lalu pasrah diraba-raba.
Apa kehormatan cuma dihargai sebuah boneka berbentuk panda.
Tak disadari justru karena sebuah benda, tubuhnya
dijadikan eksperimen seksual belaka.
Dasar gila....!!!
Gara-gara bunga...
para gadis berdesir dada, akhirnya merasa pejantannya mesra, lalu mau saja diperkosa.
Ingat....!
kalau dirimu mati akan ditaburi bunga, jadi tak perlu berbuat zina, hanya demi sekuntum bunga yang harganya tiada
seberapa.
Dasar celaka....!!!
kayaknya sudah pernah dengar ini deh.
Deletebuat sendiri atau copas dari mana?
Wow :o
ReplyDeleteini benar benar fiksi kan? semoga banyak yang baca ini untuk dijadikan pelajaran kedepannya. terus menuliis yaa :D
iya, Win.
Deletesama2, semangat nulis juga. ^.^
Bagus tulisannya...jangn lupa mampir ke blogku juga ya di www.gembulnita.blogspot.com
ReplyDeleteiya, sama2.
Delete