Monday, 8 July 2013 - , 0 comments

CERMIN DUA MUARA part XXII – Penjaga dari Dunia Lain

cerita sebelumnya
Steve melangkah menyelinap perlahan memasuki mulut Gua 7 Serangkai, ia memastikan tidak ada orang lain berada di dalamnya. Dan memang kebetulan saat itu tidak ada wisatawan yang berkunjung ke sana. Steve memberikan sebuah kode ke belakang. Robert, Jack, dan Firlett segera masuk untuk ikut bergabung, sementara Harled masih berada di depan mulut gua untuk mengawasi keadaan di luar.
Steve memimpin untuk menyusuri ruang gelap gulita itu, setiap langkahnya bergerak pasti tanpa menimbulkan suara. Setelah Steve yakin tidak ada sesuatu yang membahayakan di dalam gua itu, ia mulai bertanya pada Robert, “Bagaimana? Apa kau yakin?”
“Masuk lebih dalam.” Perintah Robert singkat.
“Sepertinya tidak ada yang mencurigakan, tidak ada yang mengikuti.” Ucap Harled kemudian, yang berjalan paling belakang, dengan tetap waspada.
Kelima orang itu terus menyusuri isi gua itu tanpa menimbulkan suara yang tiada berarti. Langkah sigap mereka mengisyaratkan akan keterlatihan mereka dalam berbagai medan pertempuran, seakan mengerti akan siasat pergerakan gerilya. Tetapi, ternyata sikap waspada mereka tidaklah mendapatkan panggilan ancaman dari sekeliling isi gua. Hanya terlihat oleh mereka beribu-ribu ekor kelelawar yang tertidur di dalam gua. Tetapi mereka tidak juga bersikap santai menanggapinya, langkah waspada dan serius tetap mereka lakukan.
“Apa-apaan ini? Apakah kita salah tempat lagi?” ucap Steve kemudian, menyingkapkan rasa hening yang berasa terlalu tenang sejak tadi. Kelompok kecil itupun berhenti melangkah dan memandangi sekeliling posisi mereka berada. Sekarang mereka bagaikan sudah berada di dalam salah satu ujung gua, dan tidak menemukan apapun yang berada di dalam sana. Mereka sudah berputar-putar sejak tadi di dalam gua itu, dan ini untuk kedua kalinya mereka berada di salah satu ujung gua ini lagi.
“Lietro!” ucap Robert segera pada seseorang yang tiba-tiba berada di belakang Harled.
“Sungguh bagus, liteirin ini memang benar-benar berpengalaman, ia benar-benar mampu menekan hawa keberadaan dengan sangat baik. Tetapi bagaimanapun juga, aku merasakan sesuatu yang mengganjal di sini.” Lietro menjawab panggilan itu segera.
“Sesuatu yang terahasia....” gerutu Robert.
“Humb.... maksudmu ada jalan rahasia seperti di film-film itu.” Gumam Firlett.
“Mungkin saja.” Ucap Steve sembari meraba-raba dinding gua yang buntu itu.
“Hah... yang benar saja.”
“Baiklah! Harled! Awasi jalan kita masuk. Dan yang lainnya, berpencar dan cari apapun yang mencurigakan di sekeliling tempat ini.” Perintah Robert segera.
Sekali komando, mereka segera bertindak dengan tangkasnya, sementara Steve masih memandangi dinding di hadapannya dengan rasa penasaran. Kemudian Steve memandangi batu yang tinggi menjulang yang berada di sampingnya, dan sebuah batu berbentuk persegi namun sedikit tak beraturan seperti meja yang tertancap ke dalam tanah. Ia mendekati batu yang ia duga sebagai tempat meja makan bagi orang purba itu, tetapi ia melihat terdapat ukiran tak beraturan atau lebih tepatnya ukiran yang tidak ia mengerti di permukaan batu itu. Steve mendekati ke hadapan batu itu, ia dapat melihat beberapa tulang tengkorak yang sudah tidak beraturan tercecer di sana, dan beberapa artefak rusak. Ia meraba-raba ukiran kuno yang membuatnya terlihat penasaran sekaligus kagum itu. Dan secara tidak sengaja, ia menyentuh sebuah keris tua berkarat di sampingnya. Kemudian ia mengambil keris itu dan kembali mengamati sekeliling batu itu, dan menemukan sebuah lubang kecil di bagian sisi kanan batu itu. Steve mengamati lubang itu dengan seksama, ia penasaran dengan apa yang ada di dalam lubang itu atau setidaknya lubang apa itu. Debu-debu dan kotoran-kotoran lain menutupi lubang itu, sehingga Steve menyongkel lubang itu dengan keris. Ia mampu melihat sesuatu di dalam sana, kemudian ia segera menusukkan keris itu ke dalam lubang. Tetapi...
Tiba-tiba gua itu seakan bergetar. Kelima orang di dalam gua itu terkejut, tetapi Lietro hanya bersandar santai di salah satu dinding gua. Harled terkejut bingung dan buru-buru berpegangan pada pilar batu yang berada di dekatnya, kemudian berkata kaget, “Apa itu?”
“Gempakah?” ucap Robert berusaha tenang.
Getaran di dalam gua itu segera disusul dengan sebuah retakan pada dinding gua yang sejak tadi diamati oleh Steve. Dinding gua itu seakan bergeser ke kedua sisinya.
“Dugaanku memang tak salah.” Ucap Robert.
“Kau menemukannya yah...” Lietro menimpali tenang.
Dinding gua itu kini terlihat seakan sebuah pintu gerbang menuju daerah lain. Robert mendahului mereka masuk. Dan Harled yang segera mengikutinya terlihat tertawa ceria, ia dapat melihat sebuah lorong di dalam gerbang itu menuju sebuah kawasan tertentu, tetapi bukan itu yang membuatnya senang, tetapi karena ia dapat melihat batu-batu permata di kedua dinding lorong itu. “Ini dia, ini dia yang ku cari.” Ucap Harled sangat senang sembari meraba-raba permukaan dinding yang dipenuhi permata itu. “Jika tahu begini, seharusnya kita membawa mesin atau alat pengebor, atau, atau, atau apapun itu.” Harled tampak begitu riangnya, hingga ia melupakan genggaman senjatanya. Tetapi tidak begitu dengan Robert.
“Bukan, bukan itu tujuan kita sebenarnya.” Ucap Robert dengan tatapan mata serius ke depan ujung lorong itu. Tatapan mata Robert seakan melihat sesuatu di depan sana, sesuatu yang menjadi tujuannya, sesuatu yang akan membangkitkan semangatnya. “Kita maju!” perintah Robert segera.
Steve yang melihat tatapan serius penuh tantangan di wajah Robert segera mengikutinya, tetapi Harled hanya tergiur di tempat, sementara yang lainnya pun mengikuti Robert dan Steve. Keempat anggota ditambah Lietro tiba di suatu tempat berbentuk lingkaran yang kosong, hampa, tiada apapun, kecuali sebuah gundukan batu besar di tengah.
“Itukah yang kau incar?” tanya Steve heran, yang kemudian segera mencoba menuju ke tengah. Tetapi Robert segera menghentikan, “Berhenti!”
Steve menoleh ke belakang, “Ada apa?”
Tanpa ada jawaban dari Robert, tiba-tiba gundukan batu di depan mereka terlihat merekah. Sesuatu muncul dari batu yang merekah itu, tampak bagian punggung yang memiliki tubuh seperti layaknya manusia, namun pendek, tetapi bertubuh besar yang dipenuhi dengan otot. Makhluk itu mengibas-ngibaskan tubuhnya untuk mengusir tanah-tanah yang menyelimuti sekujur tubuh.
“Siapa kalian?” ucap makhluk itu.
“Dia kah?” tanya Robert pada Lietro. Tetapi Lietro tidak menjawabnya, ia hanya mengangkat kedua bahunya.
“Ya-ha.. makhluk dunia lain yah...” ucap Steve tampak bergembira sembari menarik pelatuk karabin miliknya. Tanpa menunggu perintah ataupun aba-aba dari Robert, Steve segera melangkah maju dengan menodongkan karabin miliknya pada makhluk itu. Makhluk itu berbalik dan Steve melangkah semakin mendekat. Makhluk itu menggenggamkan kedua telapak tangannya dan sedikit membungkuk, kemudian mengerang. Lietro tiba-tiba terkejut menyadari, ia dapat merasakan sebuah aura yang belum pernah ia rasakan sebelumnya terpancar dari tubuh makhluk itu.
“Luar biasa.” Ucap Lietro. “Itu dia, dia pasti liteirin penjaga itu. Sungguh menakjubkan, bisa memancarkan sehebat itu, tetapi ia mampu menekannya hingga hampir tanpa terasa. Tidak salah. Ya, dia pasti sangat berpengalaman. Pantas saja.” Lietro menghela nafas sejenak, kemudian melanjutkan, “Aku tidak mau ikut campur untuk yang satu ini. Sebaiknya kalian berhati-hatilah. Sampai jumpa.” Hanya dalam hitung sekian detik, tiba-tiba Lietro sudah tidak menampakkan wujudnya di dalam tempat rahasia di gua itu.
Steve tertawa, kemudian berkata, “Inikah makhluknya? Tidak tampak terlalu seram. Tetapi baiklah, akan ku coba, ini saatnya bersenang-senang. Ya-ha.” Tanpa membuang waktu dan berpikir dua kali lagi, Steve dengan tak sabaran memberondongkan peluru karabinnya ke makhluk di hadapannya. Tetapi tiba-tiba saja peluru-peluru yang menghujani itu menghantam sebuah tembok yang tiba-tiba menghalangi pandangan Steve dari makhluk itu.
“A- apa?” ucap Steve terkejut.
Tembok yang tiba-tiba muncul itu kembali terpendam ke dalam tanah. Steve memandang ke arah depan, ke makhluk dihadapannya. Robert maju perlahan dan berkata, “Huh... jadi, kau adalah sang penjaga itu?”
“Namaku Gerald.”
“Oh, baiklah, Gerald. Aku tidak punya banyak waktu di sini, sebaiknya kau serahkan saja benda itu, dan kami akan pergi dengan baik-baik.” Bujuk Robert.
“Hah... apa? Bahkan aku belum bersenang-senang.” Potong Steve tak terima.
“Aku sama sekali tak mengenal kalian. Dan kalian juga bukan orang baik-baik!” Ucap Gerald, yang kemudian ia segera merentangkan kedua tangannya yang penuh otot itu.
Robert berbalik menoleh, ia menatap tajam ke arah Firlett, dan berteriak, “Menyingkir!!!”
Firlett merasa heran, tetapi kemudian ia segera menyadari sesuatu, ia segera menoleh ke belakang, dan melihat sesuatu yang seharusnya merupakan dinding di belakangnya kini membuka lebar seakan mulut yang siap melahap. Firlett segera menyadari suatu bahaya akan mendatangi. Dinding itu maju mengarah menuju posisi Firlett berada dan segera mengatup bagaikan sebuah mulut yang melahap, seiring dengan Gerald mengatupkan kedua tangannya.
Firlett berhasil meloncat ke depan, menghindari lahapan suatu dinding yang tidak ia sangka akan menelannya bulat-bulat.
“Cih...” Steve meludah seakan tidak senang, tetapi kemudian ia tersenyum dan kembali berkata, “Benar-benar bukan manusia. Manusia tidak mungkin mampu melakukan itu.”
“Sudah ku bilang.” Ucap Robert yang kemudian memberi komando, “Kalian! Berlindung! Dan berwaspadalah! Habisi dia bagaimanapun caranya.”
Steve berlari ke samping sambil menghujani rentetan peluru ke arah Gerald. Gerald melompat mundur dan menabrakkan tubuhnya ke dinding di belakangnya. Dinding tanah itu merekah dan membungkus tubuh Gerald, hingga ia tenggelam di antara dinding-dinding gua. Dinding itu melempari serentetan batu dengan beruntun ke arah Steve berlari. Steve segera melompat dan menggelinding menuju batu besar untuk berlindung. Tetapi batu yang digunakan untuk berlindung itu malah menyerangnya, tiba-tiba saja batu itu melayang ke langit-langit gua dan melesat menjatuhi Steve, Steve dengan tangkasnya menghindar. Isi gua itu berguncang, batu-batu di dalamnya rontok berjatuhan.
“Sial! Ke mana dia?!” hardik Steve.
“Kalian berhati-hatilah!!!” teriak Robert memerintah.
“A- apa-apaan ini sebenarnya?!?” teriak Firlett terkejut seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
“Sudah ku bilang! Lawan kita untuk kali ini memang hanya satu, tetapi tetap saja, bukan manusia. Untuk itu, kita takkan mau jika temannya yang lain mengejar.”
“Sial.. di dalam gua seperti ini, bahkan kita tidak bisa menggunakan alat peledak.” Ucap Jack dengan mengawasi sekeliling.
“Untuk itu ku suruh membawa peralatan lengkap. Ucap Robert yang memerhatikan sekitar dengan jengkel. Sial! Ke mana Harled itu?”
Sebuah dinding di belakang Firlett merekah, Firlett berbalik, tetapi terlambat, sebuah hantaman mengenai tubuhnya hingga ia terpelanting. Gerald tampak berada di sana dan mendekati Firlett yang terbaring. Tiba-tiba tanah dan batu-batu dalam isi gua itu bergerak ke arah Gerald dan perlahan memenuhi tangan kanannya. Tanah dan batuan membentuk sesuatu seakan sebuah palu godam yang merasuk pada tangan kanan Gerald. Tangan kanan Gerald mengayun, lalu menghantam ke posisi Firlett terbaring. Tetapi Firlett berhasil menggelinding menghindari.
Sebuah peluru senapan mengendap masuk dari kejauhan, melesat ke arah bagian kepala Gerald. Peluru itu hampir mengenainya, tetapi tiba-tiba sebuah batu dari langit-langit gua jatuh dan melindunginya. Robert berbalik memerhatikan arah asal peluru itu datang, samar-samar terlihat sosok Harled di ujung sisi lain lorong.
Steve mengisi kembali magazine karabin miliknya, kemudian berlari mengitari Gerald sambil menghujani Gerald dengan rentetan peluru. Batu-batu di bawah dan langit-langit gua melayang mengitari Gerald, peluru-peluru itu mengenai berbatuan yang melayang itu. Lalu batu-batu itu menyerang balik Steve. Steve berlari dengan gesit menghindari hujanan batu-batu itu.
“Sial.” Ucap Steve kesal, kemudian memandang ke arah Jack dan Firlett. “Jack! Firlett!” Kedua orang itu menggangguk seakan mengerti, Firlett melempar sebuah kacamata night-vision pada Steve dan Jack. Steve segera mengenakannya, diikuti oleh Firlett dan Jack. Jack mengambil sesuatu dari tas peralatan yang membelit di pinggangnya dan melemparkan sebuah granat gas. Seluruh tempat itu kini dipenuhi oleh gas yang menyelimuti pandangan. Steve segera memberi aba-aba, “Cover me!
Sementara, ketika yang lainnya sibuk dalam pertarungan berbahaya itu, Robert menyudutkan diri dan membuka sebuah gulungan.



0 comments:

Post a Comment

Pembaca yang baik akan selalu meninggalkan jejak... ^_^