Bertebaran ke sana kemari sekompi burung dan juga berbagai hewan lainnya menuju kediaman mereka masing-masing. Suasana sore di daerahku terasa tenang dan sejuk. Ya, daerahku bukanlah suatu kota besar yang penuh polusi. Rumahku cuma berada di sebuah desa kecil yang tak jauh dari jalan raya perkotaan di Seberida, salah satu tempat di Riau. Ku bisa menikmati keindahan dan perasaan yang menyegarkan di sini, dan juga terasa luka di sekujur tubuhku.
Ku beristirahat dari rasa pegal seharian setelah bersekolah di hari Senin ini. Ku duduk, atau mungkin bisa dibilang berbaring sambil membaca buku pelajaranku di atas kursi panjang yang berada di halaman rumahku. Langit pun semakin mengaburkan cahaya. Ku melangkah memasuki rumah. Ku melihat Ferdi berada di ruangan depan rumah sedang memainkan sesuatu. Ku melemparkan bukuku ke salah satu sudut ruangan dan ikut bergabung bersama adikku, bercanda tertawa tak jelas bersama. Dari sini ku mendengar sepertinya ibu sedang memasak di dapur. Ku melangkah masuk menuju dapur, berusaha untuk membantu ibu melakukan sesuatu.
*****
Malam kembali tiba. Setelah selesai makan malam, aku, adik, dan ibuku mengobrol ringan dan juga bercanda bersama. Kemudian aku membantu ibuku membereskan semuanya, dan saat itu adikku masih dengan enaknya memakan makanan ringan.
Di dalam kamar, seperti biasa aku mempersiapkan segala sesuatu untuk sekolah besok. Hanya saja malam ini aku gelisah. Dua malam ini aku bermimpi aneh, bahkan buruk. Mimpi antara satu dengan yang lain saling berkaitan, bisa dibilang bersambungan. Entahlah aku tak mengerti. Yang pasti aku sulit tidur malam ini. Sekarang muncul sedikit rasa takut dalam benakku. Aku terus memikirkan mimpi-mimpi sebelumnya. Aku takut akan terjadi sesuatu yang buruk nantinya.
Jam telah menunjukkan hampir tengah malam. Tapi aku masih berguling-guling di kasur, tak bisa tidur, gelisah, dan perasaan aneh lainnya.
Walau sesulit tidur bagaimanapun, makin lama aku makin merasa ngantuk dan mataku mulai sayup-sayup, yang akhirnya ku tak sadarkan diri juga.
------------------------------
Seberkas cahaya menyilaukan mataku. Terasa radiasi panas api yang memerihkan mata. Ku mengusap mataku beberapa kali untuk menghilangkan rasa perihnya. Hal pertama yang ku lihat saat itu adalah api unggun yang berkobar-kobar tepat di depan tempat ku terbaring. Lagi-lagi, mimpiku ini mendatangiku lagi. Di seberangku terdapat seseorang yang kemarin di panggil ShadowZ. Kami berada berhadapan yang dibatasi oleh api unggun.
“Kau sudah sadar rupanya.” ShadowZ berkata sesaat setelah ku duduk menghadap api unggun. Lekas saja ku bertanya, ”Sebenarnya di mana ini?”
”Tidak jauh dari tempat kau pingsan. Aku hanya mencari tempat aman dan menyalakan api untuk menghangatkan tubuh. Dan Grengor sepertinya telah kabur.”
”Ya, dan tempat apa ini?”
”Apa maksudmu?”
”Apa pertanyaanku kurang jelas? Di mana aku ini? Tempat aneh apa ini?”
”Maksudmu? Kau datang menuju ke sini, tapi tak tau tempat apa ini?
”Aku hanya tertidur dan bermimpi. Ini hanya mimpi bukan?”
”Owh... jadi begitu... ada cara lain rupanya.”
”Apa maksudmu?”
Kemudian ShadowZ berdiri, ”Sepertinya kau tak tau apa-apa dan tak sengaja terlempar ke sini.”
”Kurasa.... Mungkin.”
”Baiklah, akan ku jelaskan dari awal. Aku biasa dipanggil ShadowZ, dan orang yang menyerangmu tadi adalah Grengor....”
Dalam hati ku berkata, “Tadi? Tapi kurasa itu kemarin.”
“Kami, bisa dikatakan berasal dari dimensi lain jika dipandang dari sudut manusia.” Lanjut ShadowZ. “Kami adalah ras liteirin, atau biasanya manusia menyebut kami ini sebagai siluman. Dari berita yang sering ku dengar, manusia memiliki kemampuan akal yang jauh lebih baik dari liteirin. Sedangkan liteirin memiliki keunggulan dalam hal fisik maupun kemampuan bertempur yang lebih baik dari manusia. Baik manusia maupun liteirin memiliki dunia masing-masing yang tidak dapat ditembus oleh masing-masing dari mereka. Namun menurut legenda, terdapat orang-orang tertentu, baik dari ras manusia maupun liteirin, yang memiliki kemampuan khusus untuk berpindah dimensi.” ShadowZ menghela nafas sebentar. “Sayangnya, ada orang jahat dari ras manusia...”
“Apa maksudmu orang yang dipanggil Grengor sebagai tuan?” aku memotong pembicaraan.
“Ya, kau sudah bertemu dengannya rupanya.”
“Tak sengaja.”
“Menurut kabar yang ku dengar namanya Robert. Dia memiliki kemampuan yang melebihi legenda yang kudengar.”
“Maksudmu?”
“Dia bukan hanya mampu berpindah dimensi, namun ia juga mampu membuka gerbang dimensi. Jika gerbang dimensi terbuka, kemungkinan akan terjadi ketidakseimbangan pada dunia ini. Dan sekarang ini Robert telah berhasil membuka gerbang dimensi tersebut. Tempat ini bisa dikatakan sebagai jalur penghubung antara gerbang dimensi menuju dunia manusia dengan gerbang dimensi menuju dunia liteirin.”
“Artinya... di masing-masing ujung tempat ini terdapat gerbang dimensi?”
“Tepat, tapi Robert memerintahkan Grengor dan pasukannya untuk menyamarkan kedua gerbang tersebut agar tak ada orang lain yang dapat melihat ataupun memasuki tempat ini. Tapi sepertinya ada cara lain untuk memasukinya.”
“Cara lain? Apa itu.”
“Kau telah melakukannya.”
“Mimpi?”
“Benar, maka dari itu aku tadi mengatakan ada cara lain rupanya. Tapi sepertinya Robert maupun Grengor belum mengetahuinya. Kau memiliki kemampuan khusus lainnya yang tak ada dalam legenda, seperti halnya Robert.”
“Aku?”
“Ya, seperti yang kukatakan tadi, dalam legenda hanya disebutkan orang-orang tertentu yang mampu berpindah dimensi...” ShadowZ terdiam sejenak. “melalui gerbang dimensi dan menempuh jalur penghubung. Gerbang dimensi senantiasa tertutup, tak dapat dilalui sembarangan orang, hanya orang-orang tertentu yang mampu menembusnya. Sebelumnya aku cukup bangga karena aku salah satu yang mampu menembusnya. Tapi rupanya masih ada orang yang memiliki kemampuan khusus di atasku. Robert misalnya, mampu membuka gerbang dimensi yang memungkinkan setiap manusia maupun liteirin untuk berpindah dimensi. Dan sekarang kau, yang mampu ke sini tanpa melewati gerbang dimensi.”
“Tapi.... tapi ku hanya bermimpi, tak lebih.”
“Terserah kau mau menganggapnya apa.” Ucap ShadowZ dengan enteng. “Eh, yah, dari tadi kau belum menyebutkan namamu.”
“Jim...” Segera saja ku menyahut. “Jim-Ervin. Kalian... eh, maksudku kau dan Grengor sama-sama dari dunia liteirin bukan? Apa tujuan kalian datang ke sini? Kenapa kalian saling bertarung?”
“Jika kau bertanya kenapa kami saling bertarung, jawabnya mudah, sama halnya dengan manusia, terdapat yang baik dan juga jahat. Tapi ku akui, ras liteirin lebih dominan dengan para liteirin yang hanya menuruti nafsu mereka semata. Begitu pula dengan Grengor, sepertinya dia hanya memanfaatkan Robert untuk kepentingannya semata. Tapi aku berbeda, aku lebih berperasaan dibandingkan liteirin lainnya.” Ucap ShadowZ dengan terlihat sedikit membanggakan diri. “Aku merupakan salah satu dari anggota Gunryou, mungkin itu bisa disebut sebagai suatu kelompok yang bertugas menjaga keamanan di dunia liteirin. Dan tugasku sekarang adalah menghentikan rencana Grengor, juga Robert serta menangkap mereka berdua.”
“Terdengar seperti polisi.” sebenarnya aku ingin bertanya kenapa ketika ku pingsan dan kembali ke dunia nyata selama seharian, kemudian kembali lagi ke sini, kenapa ku hanya seperti pingsan sesaat saja? Namun kuurungkan niatku untuk bertanya hal semacam itu. Mungkin dia juga tak akan mengerti dan sepertinya itu tak penting. Kemudian ku bertanya hal lain, “Untuk apa Robert melakukan hal sia-sia menyamarkan gerbang dimensi?”
“Dia sedang melakukan ritual untuk membuka....”
“dark-sanctum.” Potongku.
“Kau mengetahuinya?”
“Aku tak sengaja mendengarkan pembicaraan Robert dan Grengor.”
“Dan kemudian mereka menyadari keberadaanmu.”
“Ya.”
“Pantas saja Grengor menyerangmu.”
“Dan Robert ingin mendapatkan kebangkitan chi, chi...”
“Chikara...” Sahutnya. “Menurut legenda, siapapun yang dapat memperolehnya akan mendapatkan kekuatan abadi tak tertandingi. Robert ingin memperoleh kekuatan itu. Sepertinya ia hendak menguasai dunia, ke dua dunia maksudku, setelah memperoleh kekuatan itu. Tapi ia terlalu buru-buru membuka gerbang dimensi sebelum mendapatkan kekuatan itu. Sepertinya ia hanya tau cara membukanya, tapi tak tau bagaimana cara menutupnya kembali.”
“Maka dari itu ia hanya menyamarkannya?”
“Tepat. Ada salah satu prajurit Grengor yang ahli dalam melakukan hal itu.”
“Sekarang terlihat masuk akal.”
“Oh, satu hal lagi, mungkin kau sadar dan bingung dengan perputaran waktu di sini. Jelas saja, bahkan aku yang telah berkali-kali ke sini pun tak mengerti bagaimana perputaran waktu di sini. Di sini semua serba gelap, dan waktunya pun tak menentu. Waktu di sini berbeda jauh dengan waktu di dunia liteirin, juga dunia manusia. Sepertinya waktu di sini tak bergerak, atau mungkin bergerak dengan sangat lambat. Jadi, lupakan saja tentang itu.”
“Oh, pantas saja.”
“Baiklah, kita harus bergegas, jika kau sudah mengerti situasinya, ayo kita pergi, ikuti aku.”
“Apa? Ke mana? Kenapa aku harus ikut?”
“Karena sepertinya kau dapat membantuku.”
“Kau bercanda? Aku tak tau cara bertarung. Bahkan Grengor bisa melukaiku tanpa menyentuhku sedikitpun.”
“Suatu saat nanti mungkin kau akan mengerti. Baiklah, sekarang, sebaiknya aku sedikit melatihmu terlebih dahulu.”
“Melatih...” sahutku dengan ragu-ragu. “Melatih bertarung?”
“Tentu saja. Apalagi.”
Kemudian ShadowZ mengajakku ke tempat yang sedikit lebih longgar dan leluasa untuk bergerak di dekat situ. Sebelum latihan dimulai, ku sempatkan bertanya sesuatu, mungkin hanya untuk mengulur waktu. “Sepertinya di dunia ini banyak legenda yah...”
“Sangat banyak.” ShadowZ menjawab.
“Dan mereka berdua, maksudku Robert dan Grengor, terobsesi sekali dengan legenda.”
“Mereka terlalu mempercayainya. Sebenarnya secara pribadi, aku sendiri tak terlalu suka dengan yang namanya legenda.”
“Tapi kau salah satu orang dalam legenda bukan?”
Ia tak menjawabnya. Tanpa banyak membuang waktu lagi, ia melatihku. Dia mengajariku hal-hal penting dalam bertarung. Pengaturan pernafasan, kecepatan dalam mengambil keputusan baik untuk menghindar maupun menyerang, kelincahan, refleks, dan berbagai hal lainnya. Tapi kali ini, sepertinya dia lebih banyak melatihku dalam kemampuan refleks menghindari serangan, bertahan, dan juga kewaspadaan, kehati-hatian, serta kesigapan. Dan ia juga mengatakan bahwa ada lima hal yang harus dikuasai oleh seorang Gunryou, yaitu keseimbangan, kecepatan, ketepatan, tekhnik, dan kekuatan.
Ah, entahlah apa yang dia pikirkan. Untuk apa dia melatihku seperti ini. Aku tak pernah berniat untuk menjadi anggota Gunryou. Bahkan peduli pun tidak. Wajar saja, aku masih dapat dibilang terlalu baru di sini. Apakah dia sungguh-sungguh berpikir aku dapat menolongnya? Atau bahkan akan menyulitkannya. Yah, tapi ku ikuti saja kemauannya. Lagipula aku tak punya pilihan lain. Ini masih sungguh seperti mimpi bagiku.
Rasanya letih mulai terasa. Tapi ku terus berlatih dan berlatih. Berusaha menutupi rasa letih yang semakin terlihat. Dan yang pada akhirnya ku terjatuh pingsan.
------------------------------
Kini ku kembali terbangun. Sebelumnya sudah ku duga, aku akan terbangun kembali di atas kelembutan tempat tidur. Aku hampir tak percaya akan apa yang barusan terjadi. Ketika terbangun seperti ini aku masih merasa tadi itu hanya mimpi –walau meninggalkan rasa letihnya–. Tapi di sisi lain aku yakin hal tadi nyata. Entahlah, pikiranku kalut tak menentu sendiri.
“Jim, kau tak sekolah?” terdengar suara ibuku yang sepertinya berasal dari dapur.
“Yah, bu.” Jawabku dengan nada yang sama sekali tak nyaring.
“Apa kau baik-baik saja?”
“Lebih dari itu, bu.” Jawabku sambil menata tempat tidur dan hendak beranjak keluar.
“Kau yakin? Akhir-akhir ini kau bangun lebih siang dari biasanya.”
“Ya maaf, bu.” Ku melihat ibuku telah siap-siap di dapur dan ku melewatinya begitu saja menuju kamar mandi.
Dan di pagi inipun ku kembali menjalani kehidupanku yang biasa, walau selama semalaman mimpi-mimpi aneh atau bisa dikatakan kejadian-kejadian aneh menimpaku.
NB :
· Ini adalah cerita fiksi yang pertama kali ku buat (walau sudah dapat ide dari dulu, tapi baru kali ini sedikit lebih PD untuk menuangkannya). Jadi, tolong di maklumi jika ada banyak kesalahan dan tulisannya masih amburadul gak jelas.
· Nama-nama disebut dalam cerita ini hanya fiktif belaka dan cuma nama karangan si penulis. Mohon maaf jika ada yang kurang berkenan ataupun terasa menyinggung.
· Walau ku tahu tulisan ini masih buruk, tapi jika ada saja yang nekad dan putus harapan untuk meng-copas cerita ini >,< tolong disertai (cukup) inisial nama penulis, yaitu JeQ dan juga harap di link ke blog ini.
Sedikit penjelasan :
ReplyDelete*Entah mengapa gue mengambil latar tempat di Seberida. awalnya terpikir untuk mengambil latar di tempat kelahiranku (Riau), tapi ketika melihat peta, terpikir untuk mengambil latar di Seberida, memang tak terlalu jauh dari tanah kelahiranku.
*Liteirin, berasal dari dua kata yang entah dari apa dengan apa, yg kemudian -dengan ngawurnya- kugabungkan begitu saja >,<
*Gunryou, berasal dari kata Gunryo (bhs Japan) yang berarti pasukan....